Tuesday, January 5, 2010

Sayuri

Ia tersungut tak acuh, dengan gesture wajah yang amat terlatih. Terlihat seperti tidak pernah perduli dengan lingkungannya, misterius, penuh rahasia. Pesonanya membuat gua terlena dalam sensasi cinta perdana. Matanya tajam, pandangannya seram. Komposisi aneh yang entah mengapa membuat gua terkagum-kagum. Belakangan baru gua ketahui nama anak ini : Sayuri

Itulah kesan pertama gua ketemua sama dia. Dulu waktu masih kecil, waktu masih SD. Inget banget gua, kelas 6 semester dua. Dia datang dengan predikat anak baru. Langsung jadi bahan pergunjingan dan topik terhangat dalam dunia infotainment anak SD yang sok-sokan udah gede.

SMP kita dipertemukan lagi, tepatnya di SMP 1. Keliatan dari wajahnya, ini anak pinter juga (‘juga’ disini jelas mengacu pada, ehm…). Disinilah, akar-akar kekaguman itu meranggas menjadi sebuah tumbuhan yang bernama cinta pertama. Tapi sayang, cinta itu nggak terkatakan. Tiga tahun, sampai kita berdua lulus SMP.

SMA kita misah. Dia sekolah di Jakarta, sedangkan gua masih setia menimba ilmu di kota pertiwi, Bekasi. Dan masa-masa itulah gua berusaha ketemu lagi sama dia. Saat gua udah nyiapin diri, janji berani nyatain semua ini. Sayangnya, cupidinho (dewa cinta asal Brazil) tendangannya belum ada yang pas sehingga kita ga pernah bisa ketemu lagi. Aslinya rumah kita berdua itu deket, tiap gua mau jogging selalu lewat. Kadang kalau lagi beruntung, gua akan mendengar beberapa nada dentingan piano klasik, yang cuma dari suaranya aja gua akan tahu kalau ini simfoni yang dimainkan dari jari-jari indah seorang wanita, jari-jarinya. Tapi gua mau coba ngetes keabsahan pepatah ‘kalau jodoh pasti ketemu’. Jadi gua nggak pernah sengaja untuk main kerumahnya. Lagian juga belum berani. Pengennya gua ketemu sama dia lagi, di suatu suasana yang nggak disengaja.

Tiga tahun, ‘suasana yang nggak disengaja’ itu nggak kunjung tiba. Gua pasrah, mungkin emang kita berdua bener nggak jodoh. Masih tetep keep contact-an sih, dan merhatiin dia lewat kecanggihan media komunikasi yang bernama facebook. Tapi tetep aja satu ruang di batin ini masih menyatakan ketidakpuasaan, kepenasaranan, dan keingintahuan seperti apakah dia sekarang. Dan disaat kepasrahan itu sudah menumpuk, teronggok seperti barang rongsok di TPA Bantar Gerbang, cupidinho hadir dalam baluatan seorang tukang fotokopi. Here they are, the most romantic story that I ever felt.

***

4 Maret 2008
Waktu itu gua habis mandi. Mau siap-siap ke gramedia. Setelah ngaca setengah jam, sekedar memastikan tampang gua masih kaya Jhony Depp apa nggak, gua berangkat. Pas lagi make sepatu, nggak tau kenapa gua keingetan titipan temen-temen gua yang mau motokopi rangkuman rumus-rumus. Gua bawa, dengan niat mau dititipin dulu di tempat fotokopian langganan. Pulang dari sana, baru gua ambil lagi.

Selesai dari gramed, kira-kira pukul 19.00 WIBRG (Waktu Indonesia Bagian Rumah Gua). Turun dari angkot, gua langsung lari ke tempat fotokopi yang kebetulan letaknya pas di pinggir jalan besar. Hujan gede, bikin gua punya pikiran neduh sebentar. Saat neduh itulah, keajaiban yang gua tunggu-tunggu datang secara anggun melalui tangan-tangan cakap nan brilian mas-mas tukang fotokopi.

“Dari mana Mas, rapih amat! Ini fotokopiannya, semuanya 13 poundsterling…”
“Haha, Mas bisa aja. Ini habis nyari buku. Semuanya udah lengkap kan ya?”
“Udah dong. Coba aja dicek dulu! Oh iya, Mas sekolahnya di mana kalau boleh tau?”
“Oh iya udah. Udah Mas udah lengkap. Maaf kenapa mas?”
”Mas ini sekolahnya dimana?”
“Ooh, saya di SMA 4 Mas. Kenapa emang?”
“Kenal sama ini nggak?”

Dia mengeluarkan berkas-berkas kertas fotokopian yang masih di plastikin. Tulisannya belum bisa jelas gua baca. Tapi nggak tau kenapa suasana jadi menegang. Ingat, suasana yang tegang, bukan yang lain. Aura mistis yang kuat keluar secara berangsur-angsur, seolah gua dipersilahkan oleh malaikat membaca langsung kitab masa depan. Kertas itu dikeluarkan dari plastik, oleh dewa cinta yang terbalut chasing mas-mas fotokopian. Tuhan tau tapi menunggu. Fotokopian itu berisikan rapot yang diatasnya ada nama : Sayuri Dianita.

“Kenal Mas. Saya kenal sama orang yang punya ini. Mas titipin aja ke saya, nanti biar saya yang anterin ke dia.” Gua speechless. Ternyata segala sesuatu yang akan terjadi di dunia ini udah diatur dengan begitu rapih melalui kuasa-Nya. Mati-matian gua usaha untuk coba ketemu dia, sampai pada titik dimana gua mencoba untuk nyerah dan langsung mikir ‘yaudahlah’, ternyata sesimple ini Dia Yang Maha Esa coba untuk kembali mempertemukan kita berdua, dalam suasana yang bener-bener nggak disengaja.

Langsung nggak pake berenang atau main tennis dulu, gua cepet-cepet sms dia.

Yuri, ftokopian rpot lo yg ad legalisirnya ktinggalan di tmpat fotokopi.
Td masnya nitipin, jd skarang ad di gw.
Trus gmn??


Hape gua langsung bunyi, dia nelpon.
“Indra, fotokopian gua yang mana?” Suaranya terburu-buru.
“Fotokopi rapot, yang udah dilegalisir.” Gua mencoba untuk sok kalem, padahal mah sambil nelpon itu gua loncat-loncat bak balerina yang sedang main karet.
“Oh iyaa! Aduh Indra sekarang lo dimana? Gua ambil ya?” Pertanyaan dia itu, keliatan biasa aja. Tapi buat gua itu berharga banget. Sekarang gua bertranformasi dari seorang balerina menjadi atlet senam lantai. Jadi saking girangnya, sambil nelpon gua sikap lilin.
“Nggak usah. Gimana gua aja yang nganterin kerumah lo?
“Nggak apa-apa? Mana hujan gini lagii…”
“Nggak apa-apa kok. Yaudah gua antar kesana ya!” Hujan masih turun dengan angkuh. Tapi kekuatan cinta yang tiada tara buat gua berubah menjadi bentuk paling sempurna. Dari atlet senam lantai, menjadi seorang Pasha Ungu dalam video klip demi waktu. Berjalanlah kerumahnya, diiringi hujan-hujan cinta disekeliling gua.

Dia duduk di teras. Manis bukan buatan. Senyumannya menunggu gua (mmh, mungkin lebih tepatnya menunggu fotokopian rapotnya) membawakan kehangatan yang tiada tara. Sehangat matahari kala bersinar pertama kali di musim semi. Nggak banyak berubah, dia masih memiliki wajah seteduh dulu. Wajah yang kalo melihatya membuat gua merasa seperti habis terkena air wudhu. Auranya sukses membuat hujan jadi terasa salju. Lembut dan penuh dengan kemegahan. Kita bagai sepasang muda-mudi dalam film-film romantis Perancis, yang bertemu dalam suasana syahdu dengan alunan musik waltz di suatu hari di bulan Desember. Tiga tahun menunggu, dan sekarang orang yang ingin gua temui itu berdiri hanya dalam jarak hitungan centimeter.

“Ini, rapotnya…”
“Oh iya makasih.”
“Hehe, akhirnya ketemu juga. Nggak nyangka ya, ketemunya dengan cara begini”
“Hehe, iya nggak nyangka ya”
“Yaudah. Gua pulang dulu. Keujanan, mau buru-buru ganti baju. Takut masuk angin.”
“Iya maaf ya Indra. Tapi sebelumnya, makasih banyak…”
“Iya, sama-sama.”

Tiga tahun nggak ketemu cuma kata-kata itu yang bisa keluar dari bibir ini. Gua merasa malam itu terlalu agung untuk dinodai oleh ucapan-ucapan yang nggak berguna kalo gua kebanyakan bicara. Emang secara lisan kita ngobrol sedikit. Tapi jika ahli komunikasi melihat ini dari prespektif komunikasi verbal, mereka akan menemukan kita bicara dengan bahasa cinta. Bahasa yang cuma bisa dimengerti gua dan dia. Lalu gua pulang, sambil joget-joget bak aktor India yang baru diterima cintanya. Hujan jadi bener-bener nggak terasa, karena tetes demi tetesnya, seolah turun dari langit untuk ikut merayakan kebahagiaan hati ini. Mulai saat itu gua percaya, jika lo mencari cinta sejati yang nggak ketemu-ketemu, kunjungilah tempat fotokopian terdekat. Haha…

***

Pertemuan malam itu bukanlah akhir, melainkan awal dari segalanya. Dari situ gua jadi berani untuk main kerumahnya dia lagi. Pertama-tama sih masih menggunakan trik manipulasi. Sok-sokan ngasih undangan reunian SMP lah. Tapi kesininya gua udah berani. Dia sekarang kuliah di ITS Surabaya, sedang gua di Unila. Jadi nggak ada waktu yang tepat buat ngobrol-ngobrol lagi, selain liburan. Makannya kalo balik ke Bekasi, sebisa mungkin gua coba sempetin mampir kerumahnya. Terakhir ketemu, dia masih aja sama. Pancaran matanya masih serius, masih diisi dengan rahasia-rahasia misterius.

Jadi inget pesen Faolima : “Ndra, perjuangin dapetin Yuri ya! Gua dukung lo abis-abisan!”

1 comment:

  1. jiahh...ternyata lu demen ye ma sayuri....
    hahaha...gw gak nyangka ndra..
    gw kira si paolima doank yg suka(dulu)...
    from:dewi(tmn sd lu)

    ReplyDelete