Tuesday, January 5, 2010

It's all about long distance relationship

Pacaran. Adalah sebuah proses saling mengenal antara pria dengan wanita sebelum mereka memutuskan untuk membina ular tangga. Sory, rumah tangga maksud gua. Sudah banyak orang berusaha mendefinisikan hakekat pacaran yang sebenarnya. Oleh karena itu, supaya lebih objektif, mari kita telaah arti dari pacaran, dari berbagai sudut pandang.

Pakar fisika, mengatakan : “Pacaran ialah puncak dari tumbukan benda A dengan benda B, dimana kecepatan sama dengan nol. Karena waktu, tak berlaku disini”. Sementara biologiwati (kebetulan ahli biologi yang dimintai keterangan berjenis kelamin perempuan), menjelaskan bahwa : “Pacaran adalah sebuah proses alamiah, disebabkan oleh pencarian jati diri dari protesteron pada diri pejantan, sehingga yang empunya hormon, bertingkah laku seperti artis-artis belia dalam sinetron ‘INIKAH RASANYA’”.
Akan lain hal nya jika seorang ahli fiqih yang angkat bicara. Dengan selantang-lantangnya dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, “Taka ada pacaran !! Yang ada hanyalah ta’arufan!!”

Yah apapun penjelasan ngaco dari pakar-pakar fiktif diatas, buat gua pribadi pacaran adalah sebuah proses maha dahsyat yang ada dalam siklus kehidupan seorang manusia, yang mana di dalam proses itulah kehidupan akan menjadi indah dengan helaan nafas penuh gairah. Bagi adik-adik yang sedang mengenyam bangku pendidkan, sekolah tak ubahnya sebuah kastil suci, tempat pangeran dan permaisuri bertukar janji. Sedang bagi orang dewasa, tempat mereka kerja adalah wahana teristimewa. Sarana yang tepat, untuk menyalurkan hasrat puber kedua.

Karena berpacaran, semuanya jadi terasa merah muda dan menyenangkan. Tapi semua itu tidak akan berlaku, jika insan-insan yang sedang dipeluk asmara, terpisah. Jauh…

***

Pada awalnya, seperti yang gua jabarin diatas. Karena pacaran, semuanya jadi kelihatan memesona. Bahkan Ginanjar, Jarot, Pasha, tiga anak SMA yang gantenganya selalu nebeng sama gua, kadang kala jadi terlihat ganteng beneran. Itu semua, ngak lebih karena faktor yang gua bilang tadi, faktor cinta.

Hari-hari gua jalanin dengan penuh ambisi dan birahi. Sekolah, untuk saat itu adalah hal yang utama buat gua. Tanpa digaji, gua akan sangat bersedia untuk jadi brand ambassador-nya pemerintah dalam iklan layanan wajib belajar. Baru kerasa gua makna kenapa orang-orang tua mati-matian ngelakuin apa aja biar bias anaknya terus bersekolah. Tsunami di Aceh, gempa bumi di Jepang, gunung meletus di Krakatao, semuanya nggak akan menyurutkan semangat gua untuk terus menuntut ilmu. Bencana alam sebesar itu semua gua lalui. Kecuali, hujan gerimis pagi-pagi di Bekasi. Biar bisa, ketemuan terus, dengan dia yang terkasih…

Seiring waktu berlalu, kepandaian gua yang tiada tara, berhasil membawa gua lulus dalam Ujian Akhir Nasional. Sampai disitu, mulailah kita masuk ke dalam sesi yang paling banyak menguras air mata. Gua harus packing, bahasa Indonesianya berkemas (sama sekali ga bermaksud meragukan pengetahuan vocab para pembaca), melanjutkan pendidikan, ke tempat yang amat jauh. Kota seribu band, Lampung. Nggak akan ada lagi adegan ngasih bekel isi roti di tangga cinta. Ataupun makan soto berdua di kantin, terus rebutan siapa yang mau bayarin. Padahal tau apa engaak itu uang cukup buat balik nanti naik angkot. Penuh kebohongan, dan tipu muslihat. Tapi disitulah seninya, dari situ kita dapat ambil pelajaran, bahwa manusia akan melakukan apa saja, mencoba untuk tampil sempurna, didepan orang tercinta. Selain itu juga, banyak hal yang harus gua tinggalkan : celana baggy abu-abu ekstra ketat, SMA 4, kelas ipa 2, tiga babi bodoh yang dikutuk sama Pak Rudy, dan lagi-lagi dia yang terkasih…

Gua udah bilang sama dia, kalau gua kesana itu buat seriusan belajar. Bukan wisata kuliner. Gua juga bilang, nggak akan ikut-kutan buat band dengan genre dan ketukan norak ala The Potters. Tapi bukannya diem, dia malah makin jerit. Karena ngak taunya, selain gua mau ninggalin dia, gua juga nggak sengaja udah ngatain band idolanya. Bujuk rayu ala playbol-plabyoy telenovela Italia juga udah gua hadirkan. Tapi tetep aja, nggak mempan.

Sampai akhirnya, gua nyadar juga kalau gua ini adalah seorang laki-laki. Dan dalam diri seorang laki-laki, terdapat satu bakat alam yang tersusun dari kebohongan-kebohongan, dan mereke menyebutnya ‘kegombalan’. Sejurus kemudian, gua gombalkan dia dengan seksama, dengan bilang “Aku nanti pulang, sebulan sekali…” JEBRET…!!! Tepat ditengah sasaran. Akhirnya dia merelakan gua, dengan penuh ketidakikhlasan.

Perlahan tapi pasti, melajulah bus yang gua tumpangi. Menepi, menghindar dari pulau Jawa yang makin lama makin sesak untuk ditinggali. Hingga ketika gua sampai di atas kapal, di atas selat sunda. Di sana gua pandangi bintang-gemintang yang tersusun rapi dalam konstelasinya. Bak ditulis dengan amat teliti, dalam buku jaring-jaringnya Pak Piping, oleh mahasiswa FISIP Unila. Dalam gugusannya ada takdir gua, takdir dia, serta takdir kita berdua…

***

Singkat cerita, gua gagal jaga komitmen itu. Bulan pertama emang gua pulang, tapi itu juga karena lebaran. Sisanya nihil. Janji ‘aku pulang sebulan sekali’ gua emang cuma sebatas janji. Euoforia sebagai mahasiswa baru, dan keasyikan adaptasi sama lingkungan yang juga baru, buat gua jadi jarang sempet bales sms-smsnya. Baru nyadar kalau gua masih punya pacar, kalau dia udah nelpon nanyain kok smsnya nggak dibales-bales. Belum lagi rutinitas perkuliahan, yang buat gua mau nggak mau harus fokus sama tugas-tugas gua. Sehingga kewajiban gua untuk selalu keep contact sama dia jadi terbengkalai. Lama-lama, yang ada hanya perasaan ngerasa bersalah terus. Gua kasihan sama dia, punya pacar kok tapi kaya nggak punya. Seharusnya cewek remaja seumuran dia itu lagi asik-asiknya nikmatin masa-masa SMA. Bukanya terjebak dalam ikatan yang nggak jelas, yang buat dia jadi nangis terus. Semua perasaan itu terakumulasikan dalam satu pernyataan : kita berdua, udah nggak bisa sama-sama.

Buat dia yang terkasih, mungkin suatu saat nanti malam cerah, coba nanti kamu lihat bintang-gemintang yang tersusun rapi dalam konstelasinya. Disana kamu bisa lihat, ada takdir aku, ada takdir kamu,dan ada takdir kita berdua…

No comments:

Post a Comment