Friday, September 24, 2010

Radio Star

Gua bersyukur diberkahi Tuhan dengan pemikiran paling nggak tahu diri sedunia.  Dan rasa syukur itu berkuadrat jumlahnya karena dengan semua pola pikir itulah, gua bisa ngerasain yang namanya sensasi berada dalam mimpi. Mimpi-mimpi yang dulu gua tulis di halaman belakang buku tulis fisika, di tembok-tembok kamar mandi sekolah, yang selalu diolok-olok orang karena menurut mereka itu semua adalah impian nggak visible  untuk manusia dengan kapasitas selevel gua.

Rasa kesel itu pasti ada, diremehin orang-orang karena mungkin keadaan gua yang pada saat itu nggak memungkinkan untuk bisa memberikan kepercayaan terhadap mereka. Tapi seperti yang gua bilang tadi, over confident  pada diri sendiri, buat gua jadi nggak punya beban dalam mengkhayal dan batas dalam berimajinasi. Yang buat gua ngerasa yakin banget, untuk menyangkal semua hinaan mereka : that someday i could be an adoration person.

Mungkin karena itu juga, gua selalu mencari pemikiran alternatif yang jarang dipikirin sama orang-orang kebanyakan. Sedikit nyentrik, agak aneh, terlihat catchy dan penuh terobosan.  Singkatnya, berusaha untuk selalu menjadi yang beda.

***

Melakukan hal-hal sinting dalam hidup adalah salah satu bentuk implementasi nyata gua untuk menggapai mimpi dengan cara yang beda. Dan ini ada satu rahasia, yang cuma akan gua kasih tahu ke kalian pembaca setia tulisan gua, kalau salah satu mimpi gua itu adalah, menjadi penyiar radio.

Nggak tahu kenapa, buat gua pribadi seorang penyiar adalah satu pekerjaan suci yang banyak banget manfaatnya buat kemaslahatan umat. Mereka menyebarkan ilmu pengetahuan dan hal-hal baru ke semua pendengar, 11-12  sama tugas Nabi yang suka mengantar wahyu. Cerdas dan berpengetahuan luas, serta gaya bicara yang terlatih untuk terdengar memesona, adalah kombinasi yang sangat sakti untuk ngebuat calon mertua menyerahkan dengan suka cita anak tercintanya kepada kita. Profesi yang indah bukan buatan.

Merdekanya bangsa kita, juga karena jasa para penyiar yang menyiarkan berita tentang runtuhnya Jepang oleh sekutu. Mereka siarkan dengan gagap gempita ke seluruh pelosok negeri ini, satu radio didengar langsung oleh orang satu kelurahan. Semuanya berteriak, memekikan lagu kemenangan tanda berakhirnya zaman kolonial yang udah kita derita berabad-abad. Buat gua itu adalah berita paling bahagia yang pernah diterima bangsa ini. Cikal bakal lahirnya suatu negeri. Jasa mereka, para penyiar berita kemerdekaan, bagai pahlawan yang baru turun dari bulan.

Oleh karena itulah gua berambisi bahwa suatu saat nanti akan bisa seperti mereka, mengudara dengan tampannya. Suara terdengar dimana-mana, menyampaikan pesan kepada muda-mudi yang bertukar salam, memutarkan lagu ceria untuk orang-orang yang sedang berbahagia, atau bahkan menjadi pelipur lara bagi mereka yang baru dikhianati cintanya. Penuh dedikasi, mulia, dan banyak pahala.

***

Ambisi itu semakin menjadi-jadi. SMA kelas tiga, gua dan sahabat seprofesi gua di dunia show bizz, Faolima Tri Pamungkas, punya inisiatif  tingkat tinggi untuk mengisi kekosongan dan kejenuhan kelas. Basically, gua dan dia memiliki perspektif yang sama tentang hidup. Buat kita hidup adalah panggung spektakuler, dimana kita sendiri menjadi bintang, dan orang lain adalah penonton yang membeli tiket untuk hadir dalam pertujukan ini. Jadi di setiap kesempatan kita harus selalu memberikan penampilan yang maksimal kepada mereka. Supaya pertunjukan ini, fabulous.

Soul yang sama dalam dunia eintertein, ngebuat gua dan dia mendirikan staton radio-radioan di kelas. Iya jadi kita berdua secara naluriah keartisan yang udah tertanam di diri kita sejak bayi, ngebuat gimana caranya kelas IPA yang jenuh dan sangat ngebosenin ini, berubah menjadi ruangan cozy yang berisik karena ketawa ngakaknya anak-anak.

Nama radionya Bell FM,  terinspirasi langsung dari penemu radio Alexander Graham Bell. Kita ngebawain acara yang namanya 'PELACUR' kependekan dari pelayanan curhat. Disitu gua jadi Ichsan Albar sedang Fao jadi Melaney Ricardo. Dua penyiar Trax FM yang jadi role model kita berdua. Yang gua bingung, dari sekian banyaknya penyiar laki yang ada, kenapa Fao harus milih Melaney? Satu teka-teki misterius yang sampai sekarang gua, Ichsan Albar, bahkan Melaney nya sendiri pun nggak tahu jawabannya.

Jadi ceritanya disitu kita melayani curhatan anak-anak satu kelas. Dan diakhir sesi gua selipkan segmen zodiak. Seperti perilaku orang Indonesia lainnya, temen-temen kelas gua juga lebih percaya apa yang dibilang zodiak ketimbang apa yang dibilang emak-bapaknya. Nggak lama Bell FM jadi acara dengan rating paling tinggi kelas gua, mengalahkan belajar kimia bareng Respita dan Michael,yang udah beberapa minggu memuncaki chart "MTV waktu senggang nggak ada guru".

Dia Yang Maha Kuasa sedikit demi sedikit memberikan jawaban atas mimpi-mimpi ini. By the way gua dan Faolima tergabung dalam ekstrakurikuler jurnalistik sekolah, and its name is BIRU. Dan di suatu waktu dia mengantarkan wahyu yang mana itu akan menjadi salah satu titik penting dalam hidup gua.
    "Ndra, semseter ini kita bikin majalah. Temanya trendsetter, dan lo kebagian tugas ngeliput Jimmy Upstairs, ke TRAX"
    "Ya ampun Pao beneran? Gue ke TRAX? Ngeliput Jimmy? Jimmy Upstairs?" 
    "Iyee! Mau apa nggak?" "Mana surat izinnya? Apa aja yang mesti gue tanyain? Anterin gue ke guru piket!" "Besok, nggak sekarang!" 
    "Okay, berangkat!"
Inilah salah satu contoh remaja terjangkit syndrome pubertas,  gundah gulana saat hendak ketemu artis idola. Nggak kebayang Jimmy Upstairs yang tiap pagi siarannya di Morning Zone gua denger pakai handphone sambil nyolong-nyolong pas pelajaran sekolah, besok bakalan gua interview. Dan satu lagi yang buat ini special, gua ke TRAX.
    "Terus lo? Ngeliput siapa?" 
    "Indy Barends ! Nanti gue, Mira sama Kinanti mau ke Trans TV." 
    "Kok dia? Emangnya kenapa?" "Indra lo nggak tau seberapa nge-fansnya gue sama dia?" 
    "Iya tau, sebesar lo ngefans sama Fitrop, Ivan Gunawan sama Beyonce..." "Pinter !" 
    "Sekarang gue ngerti, lo ngefans cuma sama cewek yang punya pantat gede..." 
    "Ivan bukan cewek !" "Bentar lagi juga jadi, cuma masalah waktu. Sama kaya ... "
Gua nggak tega melanjutkan kalimat. Sekedar mempertajam pandangan aja ke arah Fao, berkilat-kilat, macem sinetron-sinteron lebay di TV.

***

Gua akhirnya berangkat ke Trax dengan dispensasi penuh dari sekolah. Berempat bareng Alfin, Ubu, sama P'a. Itulah kali pertama gua berkunjung ke sebuah station radio beneran. Berhasil interview Jimmy, dan cengo' kaya anak kampung waktu ngeliatin dia siaran bareng Buluk Superglad. Studio siaran, ternyata nggak seremeh yang gua kira. Seolah hanya orang-orang luar biasa dengan bakat bicara ranking pertama yang berhak untuk duduk disitu.

Sifat jelek gua langsung muncul ke permukaan. Ngomong sendiri dalam hati,
"Suatu hari, iya suatu hari. Lo juga berhak duduk disitu !"
Hari itu, satu calon penyiar bertalenta, telah lahir.


 

***

Sekarang, gua udah kuliah semester 3 ilmu komunikasi Unila. Birahi untuk jadi penyiar itu masih terus gua pelihara. Jadi dari awal masuk kuliah gua mutusin ikut UKM radio di kampus gua. Namanya RAKANILA kependekan dari Radio Kampus Unila. Penyiarnya disebut pioner, pendengernya intelektual muda, semboyannya ( dan ini yang paling gua suka ) "The Brave Radio Station". Alesan gua masuk ada tiga, pertama passion, kedua sejalan dengan study yang gua ambil, ketiga memperluas link karena mungkin barangkali dari sini awal karir gua sebagai announcer dimulai.


Jadi inilah kira-kira carrier planning gua :
Join radio kampus --> Casting sana-sini --> Diterima siaran di radio komersil--> Acara yang gua bawain rating-nya naik --> Pendengar banyak yang suka --> Mereka bikin komunitas khusus pecinta gua --> Dibuatin lambang kehormatan, patung gua lagi siaran, dipasang di tengah patung bunderan gajah Bandar Lampung --> Lulus kuliah ( Cum Laude dengan IPK 4,3 ) --> Jadi VJ MTV tanpa casting --> Pacaran sama VJ Marissa --> Ngelanjutin S2, beasiswa ke Perancis --> Gosip putus sama Marissa langsung ramai di infotainment --> Beneran putus, dan ngelanjutin study --> Side job model GUCCI spesialis sarung dan peci musim haji di belantika cat walk Paris--> Lulus ( dan terpaksa harus cum laude lagi ) --> balik ke Indo --> Usaha ternak jangkrik

***

Dan saat ini sob, gua benar-benar berada dalam mimpi seperti yang gua bilang di awal cerita tadi. Iya gua sekarang udah siaran, di salah satu Radio Republik Indonesia di Bandar Lampung yang nggak mau gua sebutin namanya. Di sub-programnya, yang gua kasih inisialnya aja ya, Produa. Hehe...

Bisa siaran disini adalah kebanggan luar biasa buat gua, suasana kekeluargannya kerasa banget, setiap hari ketawa terus, dan kayaknya gua akan bertambah hebat karena disini, yang namanya inspirasi nggak ada matinya. Every single moments with Produa is precious!

Dan kalau lo tanya gimana bisa gua siaran disitu, gua mesti berterima kasih banyak sama dua orang sahabat gua yang bernama Filliah Tuah Putrie serta Indra Bangsawan. Merekalah yang telah berjasa menyeret gua ke dalam dunia ini.

Sama Villy

Viko and Viki

***

Menjadi penyiar ternyata susah banget. Tapi gua selalu terinspirasi sama satu quote favorit gua "Kasih ke gua hal yang paling susah. Gua akan belajar!" Disamping itu banyak sekali halangan rintangan yang harus gua atasi jika masih ingin jadi penyiar yang adiluhung. Dan gua beruntung banget punya senior-senior yang keren-keren, yang selalu sharing ilmunya ke gua.

Big thanks buat senior gua di Raka : Kak Igo, Kak Agus, Kak Ricky, Kak Adi, Mbak Rosta, Mbak Farah, Mbak Zie, dan lain-lainnya. And then penyiar-penyiar di produa : Veandro, Virian, Vay, Vino, Vedy, Varand, Viko, Vita, Vira, Vio, Villy dan Vanda.

Thanks for beeing such a good mentor.