Friday, April 23, 2010

Pintu Terlarang

 "Wanita, dipuja karena hatinya..."

***

Gua suka banget nonton film. Bagi gua film adalah representasi sebuah kehidupan. Selain nilai enterteining, ada nilai-nilai moral yang memperkaya khazanah bagi gua yang notabene adalah seorang yang gila banget akan sebuah pengalaman. Dan melalui film, gua dapatkan itu semua.

Kalau ada orang yang tanya film apa sih Ndra yang menurut lo paling berkesan? Aduh sumpah banyak banget. Malah hampir semua film yang habis gua tonton itu semuanya berkesan. Jujur gua itu tipe orang yang kalau habis nonton film, nggak tau kenapa jika kira-kira ada satu hal yang inspiratif, langsung coba gua praktikan. Contohnya waktu kecil, waktu Titanic lagi booming, gua pengen banget berdiri di geladak kapal, terus teriak "I'M KING OF THE WORLD...!!" Terus lagi waktu habis nonton Armagedon, gua langsung berusaha mati-matian gimana caranya bisa ke bulan. Itu masih mending, nggak terlalu ngerepotin, karena ada satu film yang bikin gua terinspirasi gila, tapi bingung gimana cara ngikutinnya. Film itu judulnya 'Planet of The Apes', dan saking tergila-gilanya, gua pengen jadi monyet.

Yah itu tadi sedikit intermezzo dari gua. Ngomongin film apa yang paling berkesan, gua sekarang mau cerita tentang salah satu film yang kesannya dalam banget, karena film ini yang memegang rekor sebagai film paling mahal yang pernah gua tonton. Untuk bisa menyaksikannya, harus ditukar dengan satu unit sepeda motornya Mei. Karena mau nonton film inilah gua harus merayakan tahun baruan di kantor poolisi, yang mau tau gimana kejadiannya, baca lagi Percayalah, Tak Ada Tahun Baru Sehitam Ini !

Untungnya, harga mahal itu sebanding dengan kualitas yang disajikan film ini. Gua sebelumnya udah sering denger referensi dari para kritikus, kalau film ini hollywood minded. Itu terbukti dengan banyaknya gelar yang di dapat. Sekedar info aja film ini itu adalah adaptasi dari sebuah novel yang berjudul sama, dan bukunyapun ramai dibicarakan juga. Pemain utamanya Fachri Albar yang diduetkan dengan pacarnya sendiri, Marsha Timothy. Pasangan paling buat iri sedunia. Cowoknya ganteng, dan ceweknya sexy abis!

Straight to the point, gua akan review sedikit tentang film ini. Menceritakan sang tokoh utama, Gambir yang bekerja sebagai seorang pematung. Untuk ukuran seorang seniman, dia bisa dikatakanlah sebagai seniman yang udah sukses, denga kehidupan yang perfect. Karya-karyanya selalu laku terjual dengan harga yang mahal, mempunyai istri cantik dan pintar (kombinasi yang gua cari-cari selama ini, is it you girl?), Ibu yang selalu mendukung semua keputusannya, dan juga sahabat-sahabat yang nggak lelah memberikan support.

Hidup Gambir teramat bisa dibilang sempurna dengan semua hal yang dimilikanya tersebut. Begitulah publik menilai dia. Tapi sayangnya semua itu, 'njas prom ndhe kafer'.

Gading sendiri menjalani semua kehidupannya dengan sangat 'ogah-ogahan'. Dia merasa semua ini nggak real, ada sebuah kebohongan dibalik ini semua. Hidup sempurna yang dimilikinya itu palsu, tapi dia nggak pernah tahu, kenapa dia bisa sampai merasakan itu.

Sampai pada suatu ketika, satu persatu rahasia kesempurnaan hidupnyanya terungkap. Jadi Gambir ini adalah pematung dengan spesialisasi patung ibu hamil. Yang membuat karyanya berbeda, adalah patung-patung tesebut seolah mempunyai jiwa. Seperti seorang yang sedang mengandung betulan. Itulah yang membuat para penggemarnya terkagum-kagum, ada sebuah kehidupan di dalam patung-patungnya.

Sebuah kehidupan itu, memang benarlah adanya. Jadi, Gambir memang memasukan satu bahan yang sangat ia rahasiakan. Bahan yang membuat karya-karyanya serasa berbeda, yakni janin bayi hasil aborsi. Itulah yang membuat Gambir resah, karena ia merasa bersalah dengan memasukan janin-janin itu pada patungnya. Beberapa kali ia memutuskan untuk berhenti, tetapi kurator seni yang biasa memasarkan karya-karyanya mengancam Gambir jika dia sampai berhenti mematung. Kurator itu bilang dia akan membeberkan semua rahasia yang ada dalam patung-patung itu, kepada publik.

Disaat limbung, satu pil pahit harus ia telan lagi. Istrinya yang selama ini menjadi orang yang menjadi kreator dibalik semua kesuksesannya, serta ibu yang selalu mendukungnya, ternyata adalah dalang dari semua kegundahannya selama ini. Ia mendapati fakta bahwa Istrinya berselingkuh dengan 'teman-teman dekatnya'. Dan yang menyuruh istrinya berselingkuh itu adalah ibunya sendiri, dikarenakan Gambir divonis mandul karena setelah sekian lama tidak bisa menghasilkan keturunan.

Ditambah lagi ternyata yang membocorkan rahasia janin dalam patungnya itu adalah sang istri, membuat Gambir makin marah menjadi-jadi. Ternyata benar selama ini memang dia habis-habisan dibohongi. Akhirnya, di puncak emosi Gambir mendesign sebuah acara makan malam. Yang nantinya, akan menjadi acara makan malam terakhir untuk Istri, Ibu, kurator seni, serta sahabat-sahabat karibnya.

Endingnya (Sorry, now i'll be a spoiler, hehe...), dengan diiringi alunan musik Jazz, Gambir mengeksekusi orang-orang yang telah membohonginyanya itu satu-persatu. Dan ini sampai sekarang menjadi adegan pembunuhan favorit gua, penuh darah dan sangat elegan. Satu tindakan yang gua kira tepat, untuk sebuah pengkhianatan.

***

Waktu nonton film ini, gua nggak pernah nyangka kelak suatu saat akan mengalami hal yang sama, seperti yang dialami Gambir. Esensi sebuah pengkhianatan itu benar-benar gua rasakan, dan gua tahu banget rasa sakitnya itu kaya gimana.

Pasangan yang selama ini memajang senyuman selebar surga di depan kita, ternyata punya sampah busuk yang disembunyiin. Nggak tau apa, aroma itu suatu saat pasti akan kecium, mau sepintar apapun dia nyimpennya.

Gua nggak akan pernah punya respect dengan orang yang nggak menghargai arti pentingnya suatu hubungan. Jijik aja liatnya, sama orang yang punya pikiran kalau punya pacar lebih dari satu itu adalah hal yang keren. Apa sih salahnya jadi orang setia? Kalau emangnya nggak cocok lagi tinggal bilang, tinggal putus, simple kan?

Kalau ketemu orang kaya gini, sempet kepikir eksekusi ala Gading mungkin jadi hal yang seru banget buat dilakuin. Tapi untung, gua nggak setega itu. Cukup ngasih sedikit pelajaran aja, kalau seorang wanita, nggak sepatutnya bertindak seperti itu.

Percayalah, Tak Ada Tahun Baru Sehitam Ini !

Dari balik ketampanan wajah ini, kadang gua sering membersitkan satu tanya : kok bisa ya gua nulis dengan begitu elegannya? Kekuatan apa yang bersemayam di balik semua cerita-cerita aneh gua, yang buat orang-orang dengan lantangnya bilang "Ih ceritanya seru deh! Kenapa nggak dibuat versi braile-nya juga? Biar orang-orang buta bisa baca, dan mereka nggak akan kecewa bahwa penulisnya hanyalah 'cowok biasa ajah' yang seumur hidupnya rela melakukan apapun (termasuk telanjang-telanjang di depan rumah walikota) cuma biar bisa dibilang, GANTENG..."

Hal itu secara nggak sengaja akan tersadar, kalau-kalau gua lagi nggak ada kerjaan sambil baca-baca tulisan-tulisan jaman dulu gua. Bisa juga ya, gua yang notabene amat mirip sekali dengan Robert Pattinson, pria yang seharusnya mencurahkan separuh hidupnya di keglamouran dunia showbizz Hollywood, menyusun kata demi kata dengan kemampuan ala kadarnya, jatohnya malah membuat rusak tatanan bahasa, yang kalau dibaca bukan lagi terlihat seperti sastra Indonesia, tapi justru sastra Nigeria.

Okay, back to the main topic. Dalam menulis, kadang gua cuma berusaha jujur aja. Bahkan kalau bisa sejujur-jujurnya, share everything what i'm feeling. Itulah kenapa tulisan-tulisan yang gua buat terlihat natural. Karena emang nggak ada yang dibuat-buat. Agak lebay? Oh come on! Gua dikenal orang ya karena pembawaan gua yang lebay itu tadi. Jadi ya harap maklum kalau gua menceritakan apa-apa dengan sudut pandang yang agak berlebihan. Tapi bukan lebay norak!
Dan kejujuran gua dalam menulis tadi, nggak akan bisa gua vermak sedemikian rupa, kalau bahannya adalah sesuatu yang nggak 'spektakyular'. Jadi sebenernya inti dari semua cerita-cerita ini adalah pengalaman-pengalaman gila yang entah dari mana datangnya satu-persatu menghampiri gua dengan seenak bapak moyangnya.

Untuk yang satu ini gua wajib bersyukur kepada Dia Yang Maha Kuasa. Bahwa dibalik semua musibah dan hal-hal indah selama ini ada satu sisi pesan moral yang harus gua telaah dalam-dalam. Mungkin dari situ semua gua jadi punya cerita luar biasa, yang kalau gua bagi ke orang-orang mereka akan bilang "Ih gila, ternyata ada juga yang kaya gitu. Kirain di film-film doang..."

Dan kali ini, cerita luar biasa itu nambah lagi.

***

Sore itu, adalah sore terakhir di 2009. Dari atas balkon rumah, gua sedang melakukan kegiatan yang paling menguras kinerja telinga serta intelektualitas berbicara, yakni nelfon. Dari blackberry gemini tipe 2330 klasik gua, terdengar suara wanita bernama Meilina Rahmadiani. Seseorang mahasiswi perantauan dari kota paling bertaqwa se-Indonesia, Serang. Nggak perlu mendeskripsikan wanita ini terlampau detail, karena dialah yang akan menjadi pemeran utama dalam cerita ini.

"Ije lo kemana sih tadi nggak liat Ibe sama Idung ngeband?" Suara Mei manja-manja basah.
"Ngeband?? Bukannya nanti jam 11 malem ya?" Suara gua, serak-serak bau.
"Iih Ije!! Ngebandnya itu jam 11 siang, bukan jam 11 malem!! Gimana sih? Yaudah lo siap-siap, anak-anak jadinya mutusin tahun baruan dirumah Radit. Nggak mungkin kan, seorang Indra Julianta ngerayain tahun baruannya di Metro??" Semua kata-katanya, berhasil mencederai integritas gua.
"Ooh jam 11 siang, yah kelewat dong! Yaudah gua siap-siap dulu deh! Oh iya, bawa apa aja?" Sebagai orang yang ngak bisa bedain antara jam 11 malem dengan jam 11 siang, gua nggak mau banyak omong.
"DUIT AJA!" Uang dan wanita, memang dua hal yang tak akan terpisahkan.
"Okay, gua berangkat ya Mei" Telepon gua tutup, percakapan terhenti. Saat itu gua nggak langsung mandi, tapi berdiri mandangin abu-abunya langit yang agak mendung.
Well, tahun 2009 udah mau abis. Nggak terasa udah banyak hal aja yang gua lewatin dengan amat tampannya. Terlalu banyak kejadian yang membuat gua jadi semakin banyak belajar, semakin dewasa, dan semakin tahu hakekat hidup yang sesungguhnya. Untuk itu, nanti malam harus ada sebuah perayaan, kecil-kecilan tapi berkesan. And this is the first experience for celebrate a new year party with my Unila's friends. I think it's gonna be awesome, i hope.

***

Di jalan mendung banget. Tapi gua inget, kemendungan bukanlah akhir dari segalanya. Mendung diciptakan untuk menghalangi jalan bagi para pengecut, dan jelas itu bukanlah gua. Langit semakin gelap, dari kejauhan gua mendengar suara Jacob the werewolf mengaum ganas. Kaing-kaing, kurang lebih begitu bunyinya. Sangar dan gahar. Pada saat itu gua masih di motor, masih belum tergoyahkan. Sejurus kemudian muncul Edward the Cullen boy. Dia melompat-lompat anggun bak kancil sang pencuri timun. Sambil melihat gua, dia berusaha coba mengucapka sesuatu, yang samar-samar gua denger "Awas mas!!" Gua bingung, dalam hati bertanya-tanya? Sejak kapan Lampung bisa semirip ini dengan suasana Forks? Apa yang terjadi? Misteri apa yang menyebabkan semua ini? Dalam pertanyaan gua yang sumpah kritis mampus itu, tiba-tiba gua mendengar suara "BRAAAAKK...!!"

Gua mendapati diri dan motor gua berada dalam lubang di tengah jalan yang rusak. Damn ! Gua ketiduran di motor, lagi.

Fakta, ini semua adalah nyata. Kombinasi perjalanan jauh serta dahstanya bakat gua dalam berimajinasi, membuat suatu sinergi yang bikin gua bisa tidur di motor. Antara sadar dan nggak, kayak orang mabok yang habis makan tape Bogor empat belas kilo.

Gua berhenti, gua angkat ban depan. Dengan sisa-sisa harga diri gua yang nggak seberapa, gua ngebut sekebut mungkin. Nggak lama, gerimis datang. Allah, banyak amat rintangannya. Gua cuma mau tahun baruan, bukan mengambil kitab suci. Tapi ngapa banyak banget cobaan datang menghadang. Kalau tadi gua bilang mendung diciptakan untuk menghalangi jalan bagi para pengecut, maka gerimis diciptakan untuk menunda jalan bagi para manusia ganteng. Hal ini ada di perjanjian orang ganteng sedunia yang waktu itu gua hadirin. Tujuannya mulia, agar ganteng kita nggak luntur, lantas berceceran di jalan, yang kemudian akan mengundang orang-orang yang 'tidak ganteng' berebutan mencari kegantengan kita yang tumpah-tumpahan, hingga mengakibatkan kemacetan bahkan kecelakaan lalu lintas. Itulah kelebihan kita. Dibalik kemegahaan wajah, masih ada kejernihan hati dan kepekaan terhadap lingkungan sekitar.

***

Gua sampai di rumah Radit dengan hati yang berkembang-kembang (berbunga-bunga, RED).
"IJEEEE...!" Teriak Mei dengan segala image manja yang melekat pada dirinya.
"Hai Mei!" Gua mau ikut-ikutan dia, tapi langsung gua urungkan. Gua manja, NGGAK PANTES!
"Kok nggak matching sama dress code sih? Kan tadi gue sms suruh pakai baju tidur. Ah Ije maah.."
"Gua bawa kok, baju tidurnya. Tapi ya nggak asik aja kan kalo gue naik motor dari Metro pakai baju begituan? Ntar disangka habis check in sama tante-tante lagi! Oh iya, nanti siapa aja yang mau dateng? Sory ya tadi nggak bisa liat si Idung sama si Ibe ngeband."
"Ramai kok Je. Sebentar ya gue mau siap-siap dulu buat ntar. Udah lo duduk aja, cape kan jalan jauh dari Metro!"

Begitulah Mei, selalu ramah sama semua orang. Senyumnya diumbar-umbar kemana-mana, berasa Miss Puerto Rico yang namanya diumumin masuk sepuluh besar kompetisi ratu sejagat. Dia cantik , tapi gendut (sebenenya gue ga enak bilangnya Mei, tapi berat lo yang 85, nggak kepikiran lagi di otak gue buat gambarin lo secara tepat kecuali dengan kata itu). Iya, beneran dia cantik. Keturunan Bengkulu tapi rumah di Serang. Dia sering bilang "Orang Bengukulu itu cantik-cantik lho Je...!" Dan tanggapan gua ke dia adalah "Iya Mei percaya! Gue denger-denger juga Megan Fox, Vanessa Hudgens, Cameron Diaz mereka semua asalnya dari Bengkulu kan? Hehehe ! Nggak Mei gue bercanda! Iya lo cantik kok, kalau kurus juga gue pasti nembak lo. Berantem-berantem deh gue sama Radit, haha..."

Mulai dari sinilah, suatu kejadian yang paling traumatis dalam hidup gua akan terjadi. Dan itu semuanya dikarenakan oleh satu perihal , selera film.

***

"Eh kita nyewa kaset film yuk ke Ultra Disc, gimana setuju nggak?" Ajak Mei
"SETUBUUH!!" Teriak gua semangat, tertarik dengan ajakan itu.
" Yaudah aku anter ya?" Radit berusaha mengajukan diri.
"Ah aku sama Ije aja deh ya! Ije kan selera filmnya keren tu !" Proposal pengajuan diri Radit, ditolak mentah-mentah.
"Yaudah. Tapi ati-ati ya!!" Radit pasrah. Merelakan wanitanya pergi dengan pria yang dianggap Mei memiliki selera film yang lebih mumpuni dari dia, gua. Pesan moral : Perbanyaklah menonton film berkualitas, maka niscaya wanita dengan sendirinya akan memilihmu.
"Eh tapi kita ke Ultra nya naik apa ya Je? Shiro, Pluto, Ketrin, apa Inem?" Salah satu ciri orang-orang yang udah ga punya kerjaan, memberi nama pada motor-motornyanya. Iya, itu adalah nama-nama motor kita. Dan orang-orang yang nggak punya kerjaan itu, juga kita.
"Mmh, terserah lo deh Mei."
"Yaudah pake motor gue aja deh. Naik Shiro aja ya kita."
Dalam hidup memang kita dituntut untuk memilih. Dan semua pilihan itu akan mempunyai konsekuensinya masing-masing. Nggak tau entah itu kebetulan atau memang takdir, tapi memilih Shiro adalah pilihan yang beberapa jam nanti akan gua dan Mei sesali : ini adalah sebuah pilihan yang salah.

Di jalan kita ngobrol-ngobrol biasa. Ngomongin cinta dan semua problemalitas kehidupan remaja seumuran kita. Dalam banyak hal memang gua selalu nyambung kalau ngobrol sama Mei. Dia tau banyak hal, dan gua akan selalu nyambung ngobrol dengan orang berwawasan luas.

Sampailah kita di Ultra. Parkirannya ramai, jadi mau nggak mau kita parkirnya agak menyamping sedikit, tepat di counter handphone yang kebetulan lagi nggak buka. Motor gua kunci stang, tapi nggak gua gembok. Katanya Mei juga nggak usah, lagian paling cuma sebentar. Itulah mengapa kami berdua dikenal memiliki prasangka baik oleh orang-orang. Termasuk prasangka baik kami bahwa Shiro akan aman-aman saja dan akan selalu ada ditempatnya.

Jadi tema malam ini adalah horror. Baiklah, gua pilihkan berbagai film horror serta triller yang akan membuat bulu ketek mereka merinding. Meskipun gua adalah remaja dalam garda terdepan gerakan 'TOLAK PEMBODOHAN BANGSA DENGAN TIDAK MENONTON FILM HORROR!', tapi gua tau lah film-film apa aja yang masuk daftar wajib nonton, film dengan genre seperti ini.

"Eh Mei, gua pinjem ini juga ya. Bagus banget tau, drama Indo sih, tapi lumayan spooky !"
"Oh iya udah, emang apa Je?"
"Film ini!"
"Oh ituuu ! Iya tau gue kok. Yaudahlah pinjem aja."

Kita berdua cukup lama di dalam sana. Toko buku, toko olahraga, dan tentunya toko penyewaan kaset film seperti ini, adalah tempat-tempat dimana gua entah kenapa bisa berlama-lama tanpa punya penyesalan sedikitpun bahwa waktu berjalan berlalu begitu saja. Tak kan gua perdulikan lingkungan sekitar, karena semua hal yang ada di dalam ruangan-ruangan itu bersinergi, menyatu, menghipnotis, membawa gua jauh ke alam bawah sadar.

Setelah kurang lebih lima belas menit berselang, kita memutuskan untuk mengakhiri pencarian. Waktu mau bayar, sesorang dengan gelagat yang aneh, dengan dandanan yang metal abis, sedikit menarik perhatian gua dengan kelakuannya yang bukan seperti peminjam kaset film pada umumnya. Tapi gua nggak perduliin, toh mas-mas metal itu nggak ganggu hidup gua.

Gua kadang selalu ngebayangin, bahwa gimana ya rasanya kalau kita pergi ke sebuah toko atau apalah itu, dengan berkendara motor, tapi tiba-tiba 'VOILAA..!' benda sebesar itu hilang lenyap tanpa bekas. Reaksi apa yang akan keluar dari mimik wajah setengah Indo ini, jika mendapati kenyataan bahwa notabene kita pergi dengan mengggunakan motor, dan harus pulang kerumah dengan berjalan kaki. Shock, iya pasti cuma itu yang bisa gua lakuin. Amit-amit jabang Britney, jangan sampai deh.

Tapi entah dosa apa yang kita perbuat pada orang tua, entah karma apa yang kita peroleh dari siapun yang pernah kita sakiti, dan entah sumpah apa yang kita langgar sehingga semurkanya ini Allah menguji kita dua orang hamba-Nya dengan cobaan yang terlampau besar untuk manusia selemah gua dan Mei. Ketakutan gua selama ini, datang menuntut balas : Shiro lenyap, hilang.

"IJE MOTOR GUE MANA !?!?"
"TADI ADA MEI ! TADI ADA DISINI !"
"KUNCINYA MANA !? LO KUNCI NGGAK?!
"UDAAH !! INI KUNCINYA GUE PEGANG! YA ALLAH MEI, ADA BEKAS BANNYA ! ADA YANG BAWA KABUR !!"
"IJE TELEPON ANAK-ANAK, CEPET!"
"IYA INI GUE TELEPON !!!"

Gua ingat betul, suasana sangat tegang pada waktu itu. Mei menangis, sedang gua diam, pucat, dan tanpa sadar teriak-teriak. Lutut ini serasa tak bersendi, lemah, gontai sekali. Kami merasa terkhianati, prasangka baik ini bertepuk sebelah tangan. Sebuah keputusan yang sangat amat konyol, membiarkan motor terparkir tanpa terkunci ganda di Lampung ini. Padahal kalau saja mereka mau sedikit mengerti, bahwa kami adalah mahasiswa rantau yang dengan niat tulus ikhlas sepenuh jiwa hanya ingin belajar, menuntut ilmu, tak lebih. Namun mengapa balasan seperti ini yang kami terima ?

Beberapa warga sekitar datang karena mendengar kita berdua teriak-teriak. Ada anak remaja tanggung yang kebetulan bawa motor kebesaran orang yang suka buang-buang nyawa, mencoba membantu kami dengan tindakan langsung mengejar. Sambil nangis Mei memberikan isyarat, kode non verbal ke gua, "Ije liatin orang yang mencurigakan tadi!" Gua masuk sesuai perintah Mei, tapi orang yang kita maksud masih ada di dalam. Komplit dua-duanya. Sejurus kemudian mereka menghampiri gua, bertanya layaknya orang yang nggak tau apa-apa.

"Ada apa ya Mas?"
"Ini motor temen saya ilang."
"Ooh. Emang sering kalau motor ilang disini. Biasanya sih larinya ke arah sana, ke Jabung, Lampung Timur."
"Oh gitu ya. Kita kurang paham Mas, soalnya kita berdua bukan orang sini."
"Yaudah kita bantuin cariin ngejar deh, nanti siapa aja ketemu dijalan."

Mereka berdua langsung naik motor. Bablas nggak tau kemana. Mei memperhatikan kedua orang itu. Masih penuh tatap curiga. Tangannya memegang handphone, sambil nangis dia mencatat nomor plat motor mereka. Asli gua juga masih nggak terlalu percaya sama kedua orang aneh itu. Masalahnya tadi di dalam, kedua orang itua seperti menghalangi jalan gua setiap mau ke arah luar. Kepercayaan ini kuat banget, mereka pasti salah satu gerombolan dari pencuri motor ini, pasti.

Nggak lama teman-teman kita datang. Sambil ikutan panik mereka bilang "Kok bisa?" Satu pernyataan yang gua sama Mei bingung juga mau ngejawabnya. Radit, dia memilih langsung bertindak sebagai seorang yang paling merasa bertanggungjawab. Situasi dimana motor pacarnya yang hilang buat dia memutuskan untuk mengejar mereka sendiri. Satu aksi yang menurut gua sangat heroik.

Kita semua harap-harap cemas menunggu hasil pengejaran, dan juga polisi datang. Mei masih nangis, dan gua masih pucat. Yakin banget, teman-teman gua nggak sedikit pasti ada yang nyalahin gua. Sambil goblok-goblokin diri, gua minta maaf sama mereka semua. Dan tanggapannya, ini bukan salah gua dan Mei. Ini takdir, dan nggak ada satu pun manusia di dunia ini yang dapat menolak itu.

***

"Nama?"
"Meilina Rahmadiani"
"Kalau kamu?"
"Indra Julianta"
"JEDDER...!! JEDEER !!"
"Asal?"
"Serang..."
"Kamu?"
"Bekasi..."
"JELEGER! JELEGEER!! HAPPY NEWE YEAR !!!"

Kita berdua sudah berada di kantor polisi. Bikin surat laporan kehilangan dan sekarang sedang dalam proses interogasi. Jujur baru kali ini gua berurusan dengan hukum. Dan berurusan dengan hukum, itu nggak enak. Gua dan Mei ditanya-tanya, yang kita pikir sebuah tindakan nyata sebuah pengejaran akan jauh lebih efektif dibandingkan dengan sekedar nanya-nanyain biodata. Satu yang paling kita nggak habis pikir, tahun baruan di kantor polisi, sumpah nggak pernah terbayangkan. Dialog diatas adalah percakapan kita dengan Polisi, diiringi dengan suka cita tahun baru yang gagap gempita. Sakit, sakit banget...

***
Besoknya Filli, salah satu teman gua, ngajakin kita hadir di acara pesta keluarganya. Dia bilang sedikit seneng-seneng mungkin bisa menghilangkan kesedihan kita atas meninggalnya almarhum Shiro. Seperti yang gua bilang, motor yamaha mio putih Mei itu bukanlah hanya sekedar sebuah alat transportasi, dia lebih dari sekedar itu. Di mata kita Shiro itu hidup, dia bak anjing pudel dengan senyum yang amat manja, yang kemana-mana selalu menyertai majikannya. Sekarang dia telah tiada, almarhum telah ditasbihkan sebagai gelar di nama depannya, meninggalkan Mei, sendirian menjadi janda.

Dijalan kerumah Filli, ketua angkatan kita yang terkasih M. Indra Bangsawan, nabrak kucing sampai mati. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa dia adalah salah satu manusia yang mempunyai kecerobohan setingkat dengan Nobita. Dan mitos yang berkembang di masyarakat, jika kita menabrak kucing sampai mati, maka harus dikubur sesegera mungkin dengan dikafani baju orang yang menabrak tadi. Jikalau tidak, maka niscaya tujuh turunan orang tersebut akan tertimpa bala yang tak habis-habis. Dan dengan sangat amat terpaksa, kita jadi bantuin dia ngubur jenazah kucing malang itu terlebih dulu.

***

Selesai dari rumah Filli, ada kabar yang kurang mengenakan datang (lagi). Salah satu teman, yang terpaksa harus gua samarkan identitasnya, pergi ke Jakarta yang sepengatahuan orang tuanya, si anak ini sedang bersama kita. Diputuskan langsung, kita pergi menyambangi kediamannya. Sampai sana Ibunya cerita, bahwa temen gua itu izin katanya mau tahun baruan sam kita-kita. Tapi karena itu anak nggak masuk pas Tuhan bagi-bagi otak, dia nggak pernah ada konfirmasi kalau sedang ingin mendustakan kedua orang tuanya. Jadilah kita pas Ibunya nelpon itu nggak tau apa-apa waktu ditanya itu anak lagi sama kita atau nggak. Ibunya bilang, dia dihubungi nggak bisa-bisa. Sms nggak dibales, telepon nggak diangkat, wall nggak di wall balik, dan tweet nggak di-retweet. Munculah feeling kegelisahan seorang Ibu, ini anak pasti kenapa-napa. Setelah kita yang nelpon, tepat dihadapan beliau, didapatkanlah sebuah fakta bahwa anak ini pergi ke Jakarta untuk menyambangi kekasih jauhnya.

Cinta dan ibu kota, selalu membuat orang-orang silau dan tak berdaya. Si ibu menangis, mengutuki semua kebohongan yang dilakukannya anaknya. Melihat wanita menangis, apalagi seorang Ibu, entah mengapa gua selalu nggak bisa. Dan kejadian ini makin membuat kelam perayaan tahun baruan gua. Percayalah, tak 'kan pernah ada tahun baru yang sehitam ini !

                                                   
                                                    In Memorian : Mei with Alm. Shiro, hiiks...