Friday, January 20, 2017

Indonesia yang Sama

Entah kenapa akhir-akhir ini gua terlalu sentimentil. Melihat dunia dengan dua sudut pandang sekaligus: optimis namun sangat kacau.

Kebanyakan media masa masih menampilkan berita itu-itu saja. Merendahkan nalar pemirsanya. Semua hanya perkara tentang urusan dan kepentingan. Yang lucunya, harus dianggap penting juga oleh semuanya.

Pejabat, gubernur, pak lurah atau pelaku praktik politik, tak ingin kalah dengan popularitas seniman komedi tunggal atau kehabisan drama seperti selebritis youtube dan instagram.

“It’s a sad day when our politicians are comical, and I have to take our comedians seriously.”

***

Gua ketiban apes. Politik ada dimana-mana. Celaka dua belas.
Astaga naga.
Astaga angsa.

Di sekolah, kampus, karang taruna, kantor, gedung pemda atau rukun tetangga, semua menghirup politik.
Menggagu pernapasan. Polusi dimana-mana. Gua jengah. Seolah politik ialah istilah yang diciptakan untuk mengganti kata pamrih, supaya terdengar lebih beradab. Semua hanyalah tentang balas budi. Atau lebih pesimis lagi: aktifitas dagang. Dengan modal sekecil-kecilnya, untuk berkuasa selama-lamanya.


***

Gua dirundung duka. Siapa lagi yang bisa diajak bicara? Mencoba berusaha mengerti, domisili tempat gua berada sekarang sedang mengalami proses yang harus disikapi dengan jernih dan bijaksana. Seperti negeri lain, melahirkan kehidupan baru dari keadaan yang semrawut, lalu timbul revolusi, berujung kehidupan bahagia masyarakatnya.

Chaos. Mungkinkah ini sudah tiba fasenya? Jika sebuah kedamaian harus dibuat diatas benturan-benturan, lalu berapa banyak orang yang sanggup menganggap ini hanya sekelumit periode untuk sebuah kekal sejahtera yang menjadi cita-cita umat manusia?

Biarkan ini menjadi sebuah proses yang alami. Seperti sepasang kekasih yang ingin mencoba saling mengerti kedalaman hati belahan jiwanya satu sama lain. Keributan adalah keniscayaan. Jika semua sudah dilandasi dengan impian untuk bersama meski berbeda. Semua akan berlalu dikubur waktu. Pertengkaran ini murni dari sebuah siklus dialektika. Disikapi normal saja.

Adapun hal ini bisa menjadi kasus yang rumit. Jika keributan ditimbulkan dari pihak lain. Sebuah cobaan ilahiah yang kerap disebut dengan ujian orang ketiga. Perkara bukan main-main. Motivasinya adalah kolonialisasi. Menguasai lalu mengambil alih. Marabahaya. Biasanya keributan akan timbul karena wacana yang sudah didesain untuk mencerai-berai. Dibutuhkan kesadaran volume tinggi. Jangan biarkan ini terjadi.

***

Desain oleh: @arylosophy





Singkat saja. Semoga kita masih punya banyak kesamaan dalam melihat negeri ini. Kita berbeda dalam semua, kecuali Indonesia.