Tuesday, January 5, 2010

Sebuah Kontroversi yang Bernama Poligami

Gua habis nonton film berbagi suami. Telat banget emang, tapi nggak apa-apa. Daripada nggak sama sekali. Soalnya dari dulu mau nonton ni film, selalu ada aja halangannya, jadi lupa terus mau nonton. Sampai ketika gua baca buku lama dari koleksi buku-buku om gua, yang judulnya ‘POLYGAMI’. Langsung gua catet di handphone, terus besoknya gua download di kampus. Gua tonton, gua terhibur, terinspirasi (karena filmnya menurut gua ‘awesome’ banget), dan gua jadi punya sebuah prespektif baru tentang poligami.

Sama seperti film-film Nia Dinata kebanyakan, tema yang diambil dari Berbagi Suami adalah sebuah pesan tentang banyaknya ketidakadilan yang dialami oleh seorang wanita, dalam hal apa saja. Termasuk takdir. Gua melihat gimana dia menceritakan tentang wanita-wanita yang seolah-olah menjadi korban dalam praktek poligami, berikut dengan detail-detail situasinya, yang mana membuat sang pria terlihat jahat sekali.

***

Poligami udah jadi makanan sehari-hari buat gua. Di lingkungan gua tinggal, kegiatan berumah tangga dengan istri lebih dari satu ini sudah sangat sering gua liat. Biasanya para pelakunya ya orang-orang asli situ. Dengan modal tanah yang banyak, mereka dengan giat mempersunting para pendatang. Gadis-gadis dari desa molek bahenol yang belum mafhum dengan liku-liku kehidupan kota mereka tipu daya dengan pesona yang menurut gua ala kadarnya, malah cenderung nggak ada apa-apanya. Entah berkaitan dengan faktor gen, atau fakor psikolgi yang mungkin membuat mereka berpikir ‘ah lo aja bisa masa gua kagak’, tapi yang pasti gua selalu melihat bawa poligami memang membawa kesengsaraan bagi sang istri-istri.

Gimana nggak, sekarang kita lihat aja contohnya. Kalo sang polygamer (suami yang melakukan poligami. Nggak tau bener apa nggak, gua ngasal soalnya, hehe..) bener-bener juragan tanah, mereka akan dengan sangat royal bagi rumah satu-satu ke istri-istri mereka. Selanjutnya dilakukan pembagian waktu, kapan saja sang suami yang sakti mandraguna ini berhak berapa lama ia tinggal dalam satu rumah. Biasanya hitungannya berapa hari dalam seminggu.

Itu kalo tajir. Kalo ‘poor polygamer’ beda lagi. Mereka, akan mengumpulkan ‘bini-bininya’ itu langsung dalam satu rumah. Metode ini memang terlihat mudah, dan sangat simple. Tapi sebernya cara inilah yang paling banyak membutuhkan kemampuan manajerial tingkat tinggi. Hanya womanizer kelas wahid saja yang bisa menunaikannya. Kadang memang keterbatasan dana, harus diimbangi dengan kreatifitas dan inovasi. Itu hukum alam, hukum pasti.

Sekarang kita lihat efek dari kedua cara diatas.

Poligamer kaya : Pindah dari rumah satu kerumah yang lainnya akan membuat stamina sang suami terkuras. Hidup jadi berantakan, ke kantor akan selalu ribet karena bingung baju serta keperluannya ditaruh dirumah istri yang mana. Sangat riskan. Karena istri yang sedang kebagian jatah ditinggal, merasa kesepian dan amat memungkinkan timbulnya perselingkuhan.

Poligamer miskin : Rumah akan penuh, sesak oleh anak-anak dan sakit hati tingkat tinggi dari istri-istri karena melihat orang yang paling dicintainya membagi-bagi cinta itu sendiri, di depan mata langsung. Sangat rentan akan konflik, membuat suami berkesampatan divonis oleh dokter yang paling mendingnya adalah gangguan telinga. Sedangkan paling parahnya, kematian karena gangguan telinga stadium lima.


Sebetulnya sudah banyak contoh-contoh efek buruk poligami. Namun pemikiran sesaat, dan desakan memuncak hasrat kadang membuat semuanya itu jadi terlihat akan mudah dijalaninya. Memang banyak hal yang membuat, poligami itu terlihat seperti sebuah jalur yang memang diciptakan khusus untuk semua laki-laki. Contoh kecilnya, waktu itu gua BBQ. Jadi temanya adalah pernikahan dalam Islam. Tutor gua yang bijak bestari menjelaskan,
“Ada beberapa hal yang tidak boleh dilakuakan dalam persenggamaan. Salah satunya adalah memasukan melalui dubur. Dalam prakteknya, banyak suami yang merasa bosan dengan memasukan dari itu saja. Maka dia berusaha mencari variasi, memasukan melalui media yang lain, termasuk dubur. Sedang Islam melarang keras itu, maka jalan keluarnya, dipersilahkan poligami…”

Gua bengong waktu tutor gua menyampaikan risalah itu. Menurut gua, ih waw! Gampang banget alasan ini dijadikan oleh oknum-oknum yang ga bisa adil untuk bisa terus punya banyak istri. Emang syarat utamanya sih yang penting bisa adil. Tapi kalau gua pribadi, berangapan nggak akan pernah ada manusia, yang bisa adil. Seadil Nabi Muhammad, membagi cinta pada istri-istrinya.

No comments:

Post a Comment