Friday, September 24, 2010

Radio Star

Gua bersyukur diberkahi Tuhan dengan pemikiran paling nggak tahu diri sedunia.  Dan rasa syukur itu berkuadrat jumlahnya karena dengan semua pola pikir itulah, gua bisa ngerasain yang namanya sensasi berada dalam mimpi. Mimpi-mimpi yang dulu gua tulis di halaman belakang buku tulis fisika, di tembok-tembok kamar mandi sekolah, yang selalu diolok-olok orang karena menurut mereka itu semua adalah impian nggak visible  untuk manusia dengan kapasitas selevel gua.

Rasa kesel itu pasti ada, diremehin orang-orang karena mungkin keadaan gua yang pada saat itu nggak memungkinkan untuk bisa memberikan kepercayaan terhadap mereka. Tapi seperti yang gua bilang tadi, over confident  pada diri sendiri, buat gua jadi nggak punya beban dalam mengkhayal dan batas dalam berimajinasi. Yang buat gua ngerasa yakin banget, untuk menyangkal semua hinaan mereka : that someday i could be an adoration person.

Mungkin karena itu juga, gua selalu mencari pemikiran alternatif yang jarang dipikirin sama orang-orang kebanyakan. Sedikit nyentrik, agak aneh, terlihat catchy dan penuh terobosan.  Singkatnya, berusaha untuk selalu menjadi yang beda.

***

Melakukan hal-hal sinting dalam hidup adalah salah satu bentuk implementasi nyata gua untuk menggapai mimpi dengan cara yang beda. Dan ini ada satu rahasia, yang cuma akan gua kasih tahu ke kalian pembaca setia tulisan gua, kalau salah satu mimpi gua itu adalah, menjadi penyiar radio.

Nggak tahu kenapa, buat gua pribadi seorang penyiar adalah satu pekerjaan suci yang banyak banget manfaatnya buat kemaslahatan umat. Mereka menyebarkan ilmu pengetahuan dan hal-hal baru ke semua pendengar, 11-12  sama tugas Nabi yang suka mengantar wahyu. Cerdas dan berpengetahuan luas, serta gaya bicara yang terlatih untuk terdengar memesona, adalah kombinasi yang sangat sakti untuk ngebuat calon mertua menyerahkan dengan suka cita anak tercintanya kepada kita. Profesi yang indah bukan buatan.

Merdekanya bangsa kita, juga karena jasa para penyiar yang menyiarkan berita tentang runtuhnya Jepang oleh sekutu. Mereka siarkan dengan gagap gempita ke seluruh pelosok negeri ini, satu radio didengar langsung oleh orang satu kelurahan. Semuanya berteriak, memekikan lagu kemenangan tanda berakhirnya zaman kolonial yang udah kita derita berabad-abad. Buat gua itu adalah berita paling bahagia yang pernah diterima bangsa ini. Cikal bakal lahirnya suatu negeri. Jasa mereka, para penyiar berita kemerdekaan, bagai pahlawan yang baru turun dari bulan.

Oleh karena itulah gua berambisi bahwa suatu saat nanti akan bisa seperti mereka, mengudara dengan tampannya. Suara terdengar dimana-mana, menyampaikan pesan kepada muda-mudi yang bertukar salam, memutarkan lagu ceria untuk orang-orang yang sedang berbahagia, atau bahkan menjadi pelipur lara bagi mereka yang baru dikhianati cintanya. Penuh dedikasi, mulia, dan banyak pahala.

***

Ambisi itu semakin menjadi-jadi. SMA kelas tiga, gua dan sahabat seprofesi gua di dunia show bizz, Faolima Tri Pamungkas, punya inisiatif  tingkat tinggi untuk mengisi kekosongan dan kejenuhan kelas. Basically, gua dan dia memiliki perspektif yang sama tentang hidup. Buat kita hidup adalah panggung spektakuler, dimana kita sendiri menjadi bintang, dan orang lain adalah penonton yang membeli tiket untuk hadir dalam pertujukan ini. Jadi di setiap kesempatan kita harus selalu memberikan penampilan yang maksimal kepada mereka. Supaya pertunjukan ini, fabulous.

Soul yang sama dalam dunia eintertein, ngebuat gua dan dia mendirikan staton radio-radioan di kelas. Iya jadi kita berdua secara naluriah keartisan yang udah tertanam di diri kita sejak bayi, ngebuat gimana caranya kelas IPA yang jenuh dan sangat ngebosenin ini, berubah menjadi ruangan cozy yang berisik karena ketawa ngakaknya anak-anak.

Nama radionya Bell FM,  terinspirasi langsung dari penemu radio Alexander Graham Bell. Kita ngebawain acara yang namanya 'PELACUR' kependekan dari pelayanan curhat. Disitu gua jadi Ichsan Albar sedang Fao jadi Melaney Ricardo. Dua penyiar Trax FM yang jadi role model kita berdua. Yang gua bingung, dari sekian banyaknya penyiar laki yang ada, kenapa Fao harus milih Melaney? Satu teka-teki misterius yang sampai sekarang gua, Ichsan Albar, bahkan Melaney nya sendiri pun nggak tahu jawabannya.

Jadi ceritanya disitu kita melayani curhatan anak-anak satu kelas. Dan diakhir sesi gua selipkan segmen zodiak. Seperti perilaku orang Indonesia lainnya, temen-temen kelas gua juga lebih percaya apa yang dibilang zodiak ketimbang apa yang dibilang emak-bapaknya. Nggak lama Bell FM jadi acara dengan rating paling tinggi kelas gua, mengalahkan belajar kimia bareng Respita dan Michael,yang udah beberapa minggu memuncaki chart "MTV waktu senggang nggak ada guru".

Dia Yang Maha Kuasa sedikit demi sedikit memberikan jawaban atas mimpi-mimpi ini. By the way gua dan Faolima tergabung dalam ekstrakurikuler jurnalistik sekolah, and its name is BIRU. Dan di suatu waktu dia mengantarkan wahyu yang mana itu akan menjadi salah satu titik penting dalam hidup gua.
    "Ndra, semseter ini kita bikin majalah. Temanya trendsetter, dan lo kebagian tugas ngeliput Jimmy Upstairs, ke TRAX"
    "Ya ampun Pao beneran? Gue ke TRAX? Ngeliput Jimmy? Jimmy Upstairs?" 
    "Iyee! Mau apa nggak?" "Mana surat izinnya? Apa aja yang mesti gue tanyain? Anterin gue ke guru piket!" "Besok, nggak sekarang!" 
    "Okay, berangkat!"
Inilah salah satu contoh remaja terjangkit syndrome pubertas,  gundah gulana saat hendak ketemu artis idola. Nggak kebayang Jimmy Upstairs yang tiap pagi siarannya di Morning Zone gua denger pakai handphone sambil nyolong-nyolong pas pelajaran sekolah, besok bakalan gua interview. Dan satu lagi yang buat ini special, gua ke TRAX.
    "Terus lo? Ngeliput siapa?" 
    "Indy Barends ! Nanti gue, Mira sama Kinanti mau ke Trans TV." 
    "Kok dia? Emangnya kenapa?" "Indra lo nggak tau seberapa nge-fansnya gue sama dia?" 
    "Iya tau, sebesar lo ngefans sama Fitrop, Ivan Gunawan sama Beyonce..." "Pinter !" 
    "Sekarang gue ngerti, lo ngefans cuma sama cewek yang punya pantat gede..." 
    "Ivan bukan cewek !" "Bentar lagi juga jadi, cuma masalah waktu. Sama kaya ... "
Gua nggak tega melanjutkan kalimat. Sekedar mempertajam pandangan aja ke arah Fao, berkilat-kilat, macem sinetron-sinteron lebay di TV.

***

Gua akhirnya berangkat ke Trax dengan dispensasi penuh dari sekolah. Berempat bareng Alfin, Ubu, sama P'a. Itulah kali pertama gua berkunjung ke sebuah station radio beneran. Berhasil interview Jimmy, dan cengo' kaya anak kampung waktu ngeliatin dia siaran bareng Buluk Superglad. Studio siaran, ternyata nggak seremeh yang gua kira. Seolah hanya orang-orang luar biasa dengan bakat bicara ranking pertama yang berhak untuk duduk disitu.

Sifat jelek gua langsung muncul ke permukaan. Ngomong sendiri dalam hati,
"Suatu hari, iya suatu hari. Lo juga berhak duduk disitu !"
Hari itu, satu calon penyiar bertalenta, telah lahir.


 

***

Sekarang, gua udah kuliah semester 3 ilmu komunikasi Unila. Birahi untuk jadi penyiar itu masih terus gua pelihara. Jadi dari awal masuk kuliah gua mutusin ikut UKM radio di kampus gua. Namanya RAKANILA kependekan dari Radio Kampus Unila. Penyiarnya disebut pioner, pendengernya intelektual muda, semboyannya ( dan ini yang paling gua suka ) "The Brave Radio Station". Alesan gua masuk ada tiga, pertama passion, kedua sejalan dengan study yang gua ambil, ketiga memperluas link karena mungkin barangkali dari sini awal karir gua sebagai announcer dimulai.


Jadi inilah kira-kira carrier planning gua :
Join radio kampus --> Casting sana-sini --> Diterima siaran di radio komersil--> Acara yang gua bawain rating-nya naik --> Pendengar banyak yang suka --> Mereka bikin komunitas khusus pecinta gua --> Dibuatin lambang kehormatan, patung gua lagi siaran, dipasang di tengah patung bunderan gajah Bandar Lampung --> Lulus kuliah ( Cum Laude dengan IPK 4,3 ) --> Jadi VJ MTV tanpa casting --> Pacaran sama VJ Marissa --> Ngelanjutin S2, beasiswa ke Perancis --> Gosip putus sama Marissa langsung ramai di infotainment --> Beneran putus, dan ngelanjutin study --> Side job model GUCCI spesialis sarung dan peci musim haji di belantika cat walk Paris--> Lulus ( dan terpaksa harus cum laude lagi ) --> balik ke Indo --> Usaha ternak jangkrik

***

Dan saat ini sob, gua benar-benar berada dalam mimpi seperti yang gua bilang di awal cerita tadi. Iya gua sekarang udah siaran, di salah satu Radio Republik Indonesia di Bandar Lampung yang nggak mau gua sebutin namanya. Di sub-programnya, yang gua kasih inisialnya aja ya, Produa. Hehe...

Bisa siaran disini adalah kebanggan luar biasa buat gua, suasana kekeluargannya kerasa banget, setiap hari ketawa terus, dan kayaknya gua akan bertambah hebat karena disini, yang namanya inspirasi nggak ada matinya. Every single moments with Produa is precious!

Dan kalau lo tanya gimana bisa gua siaran disitu, gua mesti berterima kasih banyak sama dua orang sahabat gua yang bernama Filliah Tuah Putrie serta Indra Bangsawan. Merekalah yang telah berjasa menyeret gua ke dalam dunia ini.

Sama Villy

Viko and Viki

***

Menjadi penyiar ternyata susah banget. Tapi gua selalu terinspirasi sama satu quote favorit gua "Kasih ke gua hal yang paling susah. Gua akan belajar!" Disamping itu banyak sekali halangan rintangan yang harus gua atasi jika masih ingin jadi penyiar yang adiluhung. Dan gua beruntung banget punya senior-senior yang keren-keren, yang selalu sharing ilmunya ke gua.

Big thanks buat senior gua di Raka : Kak Igo, Kak Agus, Kak Ricky, Kak Adi, Mbak Rosta, Mbak Farah, Mbak Zie, dan lain-lainnya. And then penyiar-penyiar di produa : Veandro, Virian, Vay, Vino, Vedy, Varand, Viko, Vita, Vira, Vio, Villy dan Vanda.

Thanks for beeing such a good mentor.

Thursday, July 29, 2010

Happy Birthday Uncle Tom

Om, aku pengen banget cepet lulus kuliah
Biar bisa cari uang sendiri,
dan nggak nyusahin Om lagi.

Habis itu beasiswa S2 di luar negeri
Di Perancis atau mungkin Inggris
Pulangnya bawa oleh-oleh
Kaos Manchester United, yang asli

Om aku pengen banget bisa jadi manusia
Apa aja yang bisa bikin Om bangga
Lalu bahagia, sampai mau meledak dadanya

Karena Om udah bikin cita-cita aku
Sekolah setinggi-tingginya
Jadi bukan, cuma sekedar mimpi.

Om aku pengen ngomong
Kalau nanti Om tua
Pensiun dan udah nggak kerja
Semuanya aku yang tanggung

Karena aku udah jadi orang kaya
Yang punya mobil tiga.

Om aku pengen bilang juga
Terima kasih buat semuanya
Yang udah ngumpulin kita
Aku, Cahyo, Katrin, sama Ari juga
Tiap minggu
di ruang tamu

Dan tanya tentang sekolah kita
Tentang dapat nilai berapa
Tentang nanti mau jadi apa


Aku janji, bener-bener janji
Jadi sarjana, doktor sampai S3
Biar nanti Om bisa bilang,
ke orang-orang
"Itu Indra, putra saya!"

Selamat ulang tahun, Om Tom..

Saturday, July 24, 2010

Dear Mr. Siburian !


SMP adalah salah satu periode dalam siklus hidup gua yang paling lucu. Kepribadian masih nggak jelas, pengen copy-paste gaya seleb dengan modal dan pengetahuan fashion seadanya, mulai merasakan surga adrenalin jatuh cinta seperti layaknya remaja di serial TV, belajar pakai dasi, pakai celana biru selutut, dan pastinya ajang adu pamer siapa yang udah pernah mimpi basah, yang selalu bikin gua kesel pada saat itu, karena kriteria penilainnya ditentukan oleh anak yang paling sering. Jadi kejuaraan itu selalu dimenangkan oleh mereka yang dari kecil udah disuntik cabul sama orang tuanya.

Gua diam-diam memperhatikan, bahwasanya kasta seorang anak SMP itu dibagi menjadi empat golongan.

1. Anak cerdas : Selalu jadi kebanggan guru-guru. Bahan rebutan kalau ada tugas pembagian kelompok. Tampang geek-nya memancarkan intelejensia yang menyilaukan.

2. Anak populer : Seorang anak bisa masuk golongan ini karena banyak faktor. Jago olahraga, tampang mirip selebritis ibu kota, anak band yang manggung terus setiap ada event di sekolah, aktifis OSIS yang hampir semua adik kelas memuja bahkan sampai ada yang menyembahnya, dan jagoan sekolah yang menggantungkan uang jajan pada penghasilan hasil malaknya, cikal bakal preman terminal.

3. Anak tidak populer : Kebalikan dari anak populer. Tidak jago olahraga, punya muka mirip nobita, alat musik yang dikuasainya hanya suling, tidak berorganisasi, badan bau, baju kuning karena dari senin sampai rabu hanya mengandalkan satu busana, alias bajunya itu-itu aja, bergerombol dengan anak yang tidak populer pula, yang tiap pulang sekolah uangnya akan berkurang seribu hasil perbuatan tercela para bajak laut sekolah, disuruh baris yang rapi lalu habis itu ditendang pantatnya seraya berkata "NGGAK ADA DUIT? NGEHE, SONO PERGI LO!"

4. Anak pantang menyerah : Sebenrnya inilah kelompok siswa paling hina. Pada kodratnya anak-anak golongan ini berasal dari kasta nomor 3. Namun karena ketidakterimaan akan takdir yang telah ditetapkan Tuhan, merekapun berusaha naik pangkat dengan berbagai cara. Sok akrab pada anak kasta 1 dan 2, atau berusaha senyentrik mungkin agar dapat terlihat, dan diterima di kehidupan siswa high class. Singkat kata, social climber yang tak ada matinya.

Dan dimana gua berada? Ya lo semua bener, gua ada di kasta paling bawah : golongan anak-anak pantang menyerah.

***

Haha iya SMP gua cupu banget. Masuk di SMP 1 Bekasi yang notabene adalah sekolah unggulan dengan sertifikasi standar internasional, gua mengalami culture shock. Predikat pintar di sekolah ini, baru bisa lo sandang kalau-kalau lo udah masuk karantina tim olimpiade fisika yang dilatih langsung sama Prof. Yohanes Surya. Atau kalau lo cuma mau dibilang sedikit berprestasi, minimal lo hobi gambar dan karya lo itu udah diikutsertakan di kejuaran lomba lukis pelajar se-Asia Pasifik. AJE GILEEE...! Bandingin coba sama SD gua yang anak-anaknya masih nggak bisa bedain mana Pulau Kalimantan dan yang mana Pulau Sulawesi. Yang digadang-gadang sama guru SD gua bahwa kalian semua adalah anak-anak bangsa calon nusukin orang. Jurang budaya ini terlampau lebar, yang buat gua merasa 'Gua akan jadi pecundang, yang baru pagi-pagi datang, akan langsung ditelanjangin terus dimasukin tong sampah, lantas digelindingin dan dibiarin.'

Ya itu semua adalah ketakutan-ketakutan gua kala dulu masuk SMP kali pertama. Sampai pada saat dimana datang seorang penyelamat, anak yang diwahyukan Tuhan untuk menemani kesenjangan sosial gua disini, yang bersama dialah nanti gua gelorakan semangat juang siswa-siswa dari kasta golongan empat, sang messiah : Dermonto Siburian.

***

Pertemuan dengan dia agak sedikit nggak enak. First impression gua ke dia apalagi, orang-orang sih bilang dia bule. Tapi gua selalu nyangkal dan jelasin ke mereka kalau dia nggak bule,dia itu tulen batak. Yang sampai sekarang gua nggak bisa cari, fakta sejarah kenapa orang batak ada yang mirip bule. Tu anak juga keliatan banget rada nggak sukanya sama gua, baru belakangan gua tau kalau dia ngira gua anak yang sok asik, yang jokesnya norak dan kampungan.

Mulai dari perkenalan itu, gua memutuskan beroposisi dengan dia. Kebetulan gua langsung menjabat sebagi ketua kelas, kelas 1.4 inget banget gua. Ehm, memang terkadang menahan semua pesona dan kharisma yang gua punya adalah hal yang membingungkan. Kenyataan itu semua harus gua terima, dengan bidang dada yang dibuka lebar, dan gua memtuskan akan menjadi pemimpin dengan asas demokratis tingkat tinggi, semuanya untuk rakyat. Tapi, euforia sebagai kalas ( ketua kelas ) adalah jabatan fatamorgana yang menyesakan jiwa seorang anak manusia yang baru berusia tiga belas tahun. Gua tidak diperlakukan seperti layaknya seorang pemimpin dalam kisah-kisah raja yang sering gua baca, atau kaisar yang segala perkatannya adalah fatwa. Tidak gua tidak diperlakukan seperti itu. Karena yang gua terima adalah tindakan-tindakan kasar, aksi-aksi sadis ala majikan Malaysia kepada TKW Indonesia. Iya, gua cuma dianggap babu, ternyata tugas gua tak lebih dari tugas pembantu.

Seperti halnya gua, Dermon termasuk kategori anak banyak bacot yang dianugerahi Tuhan dengan mulut yang sangat nyinyir. Berhubung posisi dia pada waktu itu adalah oposisi, maka segala tindak-tanduk gua sebagai seorang pemimpin habis dia kritik. Contoh kecil tugas seorang kalas adalah manggilin guru ke kantor. Kalau gua nggak manggil, nanti gurunya masuk sambil marah-marah bilang "Kok saya nggak diingetin kalau ada jam di kelas ini?" Seisi kelas langsung nunjuk gua dengan muka anak TK yang habis berak di celana.
Gua manggil guru pun, salah juga. Jadi pas guru itu keluar sebentar dan ngasih tugas, mereka semua ke meja gua satu per satu, sambil gebuk meja mereka bilang "EH JANGAN BELAGA SOK RAJIN DEH LO! PAKE DIPANGGIL SEGALA LAGI TU GURU. DASAR, KALAS BEGO!"
"SOK GANTENG LAGI...!" Dari belakang, sayup-sayup gua denger anak cewek teriak.

Gua cuma bisa diem, dan dalam hati berdoa supaya Ibu Peri udah selesai nyelamatin Lala yang lagi dikerjain Bombom, biar cepet-cepet gantian dia nolongin gua.

Nggak lama kemudian gua dikudeta. Dibilang nggak becus jadi kalas. nggak berkompeten, dan yang paling nyesek adalah dibilang kurang cukup tinggi badannya untuk membimbing mereka. Oh iya, sama sok ganteng juga. Fine, gua terima. Pada akhirnya gua tahu bahwa kalau lo jadi pemimpin di Indonesia janganlah jadi pemimpin yang demokratis. Masyarakat sini belum paham betul apa arti demokratis, mereka mengartikannya sebagai sebuah kebebasan yang absolut. Lebih ke 'demo'nya, mereka lupa atau bahkan emang nggak tau kalau selanjutnya ada kata 'kratis' atau 'cratos' yang dalam bahasa Yunani berarti pemerintah. Pelajaran moral : Hitler, Jengis Khan, Fir'aun gua rasa adalah orang yang paling tepat untuk mengimami bangsa ini.

Dendam gua bertambah banyak, terutama kepada anak laki-laki berusia 14 tahun yang bernama Dermonto Siburian. Iya dia badannya doang yang pendek, aslinya umurnya tua. Kelahiran '90, setahun diatas kita. Gua langsung kabur ke Hongkong, dan langsung minta diajarin kungfu sama Jackie Chan.

Jackie Chan : What is your reason learning kungfu?
Gua : Revenge!
Jackie Chan : Why?
Gua : 'Cause he killed my brother!
Jackie Chan : Good! But this is not free, you must pay for it.
Gua : How much? I just have fifteen thousand rupiahs!
Jackie Chan :Fifteen thousand rupiahs?
Gua : Yes, is it enough?
Jackie Chan : Forget about kungfu, young man! This is my cassette tutorial, take it!

Jackie Chan nggak mau ngajarin gua kungfu, dia cuma ngasih gua kaset tape tutorial doang. Itu karena gua cuma punya uang lima belas ribu, mungkin kalau gua kasih tiga puluh ribu, dia akan ngasih tutorialnya dalam bentuk DVD. Yaudah nggak apa-apa, gua akan balas dendam dengan cara gua.

***

Saat itu ada turnamen bola antar kelas. Syukur Alhamdulillah rumah gua dianugerahi letak geografis yang sempurna, karena berhadapan langsung dengan lapangan tempat biasa diadain kejuaraan antar kampung. Layaknya anak-anank kecil di Argentina sana, gua pun dididik untuk menjadi seorang pemain bola yang bisa mengharumkan nama kampung gua kelak, karena semua alasan itulah, gua didaulat menjadi captain. Seorang captain sob, sebuah jabatan yang bukan main martabatnya. Setau gua di dunia ini hanya dua orang yang bisa menyandang gelar itu : Captain Tsubasa, dan Captain Jack Sparrow. Tanggung jawab di pundak ini, besar sekali. Dan gua akan menjadi orang yang sangat berbeda kalau udah berada di atas lapangan.

Gua memulai permainan dengan sedikit instruksi ke rekan-rekan setim. Instruksi yang gua bilang bahwa inilah instruksi Sir Boby Charlton saat memimpin negaranya merengkuh trofi piala dunia 1966. Kata-kata luar biasa yang menggelorakan jiwa, "Be a champion in football, and then the girls will come to all of you, automaticly!"

Dengan kata-kata itu satu tim bergeliat. Menggelinjing tak karuan, seolah itu adalah mantra sakti dari dukun santet Tanzania. Mereka kerasukan, liar bagai wanita malam yang sedang melayani tamu-tamunya. Spirit berkobar, seperti seorang ayah yang harus menghidupi keempat istri dan anaknya yang delapan. Bola terus dikejar, karena kemenangan adalah harga mati bagi mereka yang seret jodohnya. Gua berhasil, menjadikan mereka pemain dengan mental-mental juara, dengan iming-iming wanita.

Gua lupa, kita juara berapa. Tapi mulai saat itu kelas kita diperhitungkan sebagai salah satu kelas yang berbahaya. Fluktuasi kepopuleran gua pun naik seiring dengan berakhirnya kejuaraan itu, keberadaan gua mulai diperhitungkan. Respek dari mereka gua dapatkan satu-persatu. Termasuk Dermon, yang terang-terangan minta gua bagi-bagi ilmu. Well, the ball in my hand yet. Sepak bola, lagi-lagi menyatukan umat manusia.

***

Mulailah gua akrab dengan anak satu itu. Dia cerita, bahwa dulu ayahnya bekerja sebagai seorang pelaut, pada perusahaan pelayaran asing, McDermott. Itulah sejarah kenapa dia bisa dikasih nama Dermon. Nama yang sering gua pergunjingkan karena terlampau aneh untuk ukuran nama anak di Indonesia. Lanjut dia cerita, ayahnya telah lama mengidap penyakit jantung dan mau nggak mau harus meninggalkan pekerjannya sebagai pelaut. Mulai saat itu kondisi ekonomi kelurganya kacau, pengobatan sakit jantung yang nggak murah, serta kebutuhan hidup sehari-hari, membuat dia harus mengalami perubahan hidup yang drastis. Untung ibunya masih kerja, PNS kalau nggak salah. Jadi semua beban keluarga dialah yang menanggung. Sebagai satu-satunya anak laki-laki disana, dan tau lah lo semua gimana vitalnya peran anak cowok buat orang Batak, dia punya beban psikis yang sangat besar. Orang rumah menuntutnya untuk selalu bisa jadi icon buat keluarga, dia harus selalu berprestasi, nggak perduli dengan kondisi yang serba pas-pasan.

Tuhan memang Maha Tahu, dia dianugrahi-Nya dengan otak yang brilian. Otak cerdas yang isinya terobosan-terobosan gila, yang selalu bikin gua terpesona. Dari sinar matanya gua melihat talenta luar biasa seorang anak manusia.Nggak tau kapan, tapi someday gua yakin dia bakalan jadi orang besar. Seiring waktu kita sadar, bahwa kita satu soul. Passion kita berdua sama. Kita suka segala tentang bola, bacaan yang sifatnya sastra, serta hal-hal yang berbau mancanegara. Kebetulan nasib kita juga, siswa dari kasta keempat yang uang jajannya dibawah rata-rata garis kewajaran. Membuat gua memutuskan kita harus bergabung. Sejak saat itu, kita dikenal publik selalu berdua. Kemana-mana gandeng kaya Marcell dan Mischa. Gua Batman, dia Robin. Atau bisa juga gua Sherlock Holmes, dan dia Dr. Watson-nya. Masih nggak ngerti karena mereka terlampau jauh bedanya sama kita, okay gini : Upin & Ipin. Sekarang gimana, paham?

***

Basicnya kita berdua adalah orang yang sangat teramat kreatif. Hal ini dikarenakan keadaan yang selalu menuntut kita berpikir gimana caranya bisa tetap survive dengan uang jajan yang nggak punya perasaan. Jadi kita sehari itu jajan lima ribu, setengahnyalah dari anak-anak normal lain. Alokasi sebenernya : tiga ribu untuk ongkos angkot, dua ribunya makan. Dan tahukah kalian para pembaca yang budiman, bahwa dua ribu hanya mampu ditukar dengan gorengan dan ciki-cikian. Tidak cukup untuk membeli makanan yang disajikan dalam mangkuk hangat-hangat, serta minum es dingin warna-warni yang secara estetika akan menggairahkan selera. Kita berdua akan kelaparan dan mati sirik jika hal ini dibiarkan terus-menerus.

"Mon, kita nggak bisa tiap hari jajan tempe mendoan tiga biji dicabein terus minumnya aqua gelas doang!"
"Iya tau gue juga Ndra. Perut perih gila kalau tiap hari makannya beginian doang mah!"
"Terus gimana? Lo punya ide nggak?"
"Nggak akan Tuhan ciptain masalah tanpa Dia nyiapin solusinya! Sebentar, kasih gue waktu mikir!"

Istarahat kedua dia ngilang, gua nyari dia kemana-mana nggak ketemu. Di perpus, nggak ada. Di kantin Budhe tempe mendoan juga nggak ada. Di lapangan bola, tempat-tempat biasa kita ngabisin waktu istirahat berdua, tempat yang nggak ngeluarin duit banyak pastinya, nggak ada juga. Gua jalan kekantin, sambil senyum penuh kemenangan dia manggil gua "Ndraaa ! Sini !!"

Oh shit,oh nooo! Dia duduk di meja tempat anak-anak kasta satu dan dua, yang jajannya pakai mangkuk, yang ada air dingin warna-warninya. Sambil bercanda haha-hihi dia ngobrol sama gerombolan musisi sekolah. Sok kenal akrab, padahal dia main gitar aja nggak bisa.

"Sekarang kita bisa makan disini nyet! Dan ini semua nggak lebih dari dua ribu !"
"Kok bisa, gimana caranya? Mangkuknya mangkuk mie ayam lagi, lo mau nanti pulang jalan?"
"Lo tau kan, pangsit mie ayam ini. Nah itu sama kaya gorengan nyet harganya. Cuma gopek! Lo potong-potong, biar keliatan rame, abis itu lo bumbuin selayaknya mie ayam beneran, rasanya nggak beda jauh kok, enak juga!"
"Terus, ni minumnya? Gimana?"
"Lo dengerin gua ngomong dulu makannya. Lo tau kan es batu yang di termos itu, nah ini tu dari situ. Yang udah jadi air, gue ambil pake gelas. Dan ini geratis nyet, nggak bayar! Ya emang rasanya agak aneh sih, tapi lumayanlah buat ngilangin seret. Gimana canggih kan? Kita bisa makan, bisa minum juga. Oh iya satu lagi, tapi ini juga kalau lo mau. Kita pulang numpang mobil pick up aja sampai terminal, terus dari terminal kita numpang patas mayasari bakti, kalau belum masuk tol kan belum ditagihin tuh! Kayak anak STM emang, tapi seru nyet. Lumayan kita jadi bisa nabung seribu-dua ribu sehari, okay nggak?"

Akhirnya, kita bisa merasakan esensi jajan sebenar-benarnya jajan. Begitulah, menu setiap hari pelajar SMP melarat : pangsit goreng dipotong-potong dan air dingin hasil balok es yang mencair. Itu juga kita yang harus bikin sendiri, karena mbaknya nggak mau melayani konsumen dengan daya beli rendah. Tapi gua bangga, karena menu ini lantas menjadi trend yang merebak kemana-mana. Anak ini, lagi-lagi mengejutkan gua dengan jalan pikirnya, yang unpredictable.

***

Dalam berbagai hal kita memang banyak kesamaan. Tapi dibalik itu semua, kamipun memiliki banyak hal yang beda. Yang pertama dan paling mendasar, keyakinan. Gua seorang Muslim, sedang dia Protestan yang cukup taat. Terkadang kita sering mendiskusikan agama, yang jatuhnya malah banding-bandingan, tentang agama mana yang ajarannya paling bisa diteria. Tapi itu nggak bisa gua jabarin disini, karena terlalu vulgar. Pokoknya cuma sama dia lah gua bisa bebas mengeluarkan semua pendapat gua tentang agamanya, begitupun dia. Kalau dia nggak cukup bijaksana, mungkin kita berdua udah main tusuk-tusukan, dan perang salib akan terjadi untuk kesekian kalinya.

Kamipun tampak selalu saling bahu-membahu, dan bekerja sama. Padahal faktanya, kita selalu bersaing, dalam segala hal. Kita berdua adalah pembaca fanatik Kahlil Gibran. Untuk ukuran anak-anak SMP pada saat itu, ngebacot dengan bahasa jiwa adalah hal yang aneh. Tapi itulah kita, selalu aneh. Kita main dulu-duluan siapa yang paling banyak baca dan ngerti kalimat yang Gibran tulis. Entah itu di perpus, kios penyewaan buku, minjem temen, atau buka segel diem-diem di toko buku pas kita pulang sekolah sekedar cuma buat ngadem di AC nya.

Belum lagi taruhan banyak-banyakan gol di ekstrakurikuler bola. Jadi begini ceritanya, teman kita juragan komik yang kaya raya, Alfin Gustian Akbar, punya rekomendasi komik bola bagus banget yang judulnya fantasista. Kita baca, dan langsung terinspirasi habis-habisan. Jadi fantasista itu adalah julukan bagi seorang pemain sepak bola dengan imajinasi yang sangat tinggi, dia bermain menggunakan intuisi, dan tak pernah bisa diatur oleh siapun. Sebenarnya di era sepak bola modern seorang fantasista tidaklah cocok dengan gaya permainan sekarang. Tapi karena skill yang mengagumkan, maka masih banyak tim yang menggunakan fantasista, dan biasanya ditunjuk sebagai game maker. Oleh karena itu, dalam satu tim tidak diperbolehkan ada lebih dari dua orang fantasista. Karena akan merusak keseimbangan tim ( Lihat kasus Del Piero-Totti ), dan sialnya kita berdua sama-sama meng-claim diri sebagai pemain yang ditunjuk dewa sepak bola sebagai seorang fantasista. Mulai dari situ, gua dan Dermon nggak pernah mau satu tim. Dan dari situlah, muncul ide taruhan banyak-banyakan gol. Sekedar cuma mau tahu siapa yang berhak menyandang gelar fantasista.

Pokoknya banyak deh, hal-hal yang bikin kita seolah jadi rival. Kaya sukses duluan, iya sampai saat ini kita masih saingan siapa yang bakalan sukses duluan.

***

Dari segi finansial kita merasa menajadi anak paling mengenaskan di seluruh dunia. Tapi dari segi kebahagiaan, kita juaranya. Soal uang kita memang fakir, tapi soal pengalaman dan semangat hidup, kita adalah dua anak jutawan yang kaya raya.

Tiap tanggal tua kita selalu punya uang lebih, dari hasil tabungan kita hidup tersiksa selama sebulan. Biasany kita belikan barang-barang yang udah lama kita masukin must item list. Suatu kebanggan rasanya bisa beli sesuatu dari uang nabung sendiri. Sedikit perayaan, kita akan mie ayam bakso betulan, bukan pangsitnya doang, di warung bakso langganan kami di terminal. Saat itu nggak terpikirkin oleh kita berdua kalau selama 30 hari kedepan kita harus tertatih-tatih lagi. Sambil makan kita ngobrolin banyak hal, tentang kelakuan Gita adik paling kecilnya yang ngubur kucing peliharaannya karena dia pikir itu bisa dijadiin kandang, tentang anak-anak sekolah yang gonta-ganti handphone, tentang gantengan siapa antara Del Piero dan Beckham, tentang prinsipnya 'kita harus punya rencana dibalik rencana' dan juga prinsip gua 'nggak ada yang nggak mungkin kecuali maka kepala sendiri', tentang orang Batak yang bakat main catur, tentang Islam dan Protestan, atau tentang apa saja, yang pastinya bisa bikin kita lupa tentang kerasnya hidup.

SMA kita misah, dan itu bikin gua kecewa. Bukan karena kita nggak bisa bareng-bareng lagi, tapi lebih karena dia harus melanjutkan ke SMA swasta. Buat gua orang sekelas Dermonto Siburian nggak pantes di swasta. Gua nggak terima, dan ngerasa kesel banget sama dia. Gua anggap dia udah ngggak punya cita-cita, pancaran optimis dari matanya hilang entah kemana. Kita udah jarang kontak-kontakan. Paling sekedar dia sms ngasih kabar :

"Gua sekarang ngeband Ndra, main gitar sambil nyanyi."

"Tim futsal gereja gua juara satu, kapan nih bisa main bareng lo lagi?"

"Sombong banget lo, gua nggak keterima SNMPTN ni. Lo keterima ya? Selamat ya!"

"Ndra lo sekarang siaran di radio ya? Gila makin susah aja gu ngejar lo nya!"


Sampai pada kemarin, saat gua dikirimin kabar tentang dia.

"Ndra, thx ya bwt suport lo ,g ua daftar SNMPTN lagi, keterima Unibraw jurusan bisnis internasional. Kenangan akan mimpi masa lalu gw yg bkin gw smangat. Thx man.."

Baca itu, hati gua kelu.

***


NB : Tulisan ini anggap aja hadiah, lo lulus SNMPTN. Spesial, gua tulis untuk Dermonto Siburian. Orang paling gila yang pernah gua kenal.

Thursday, June 17, 2010

Watch, Learn, and Entertain with Communication

Januari 2010 HMJ Ilmu Komunikasi mengadakan kunjungan media dengan tajuk WALL-E. Ini adalah program tahunan, yang bertujuan untuk memeperkenalkan kita mahasiswa komunikasi kepada media yang sesusungguhnya. Adapun media-media tersebut adalah :




RCTI



Ruang Loby





Joget-joget di dahsyat









ketemu peserta fear factor indonesia







latihan newscaster, dan gambar diatas adalah penerus Putra Nababan







di air mancur OB




NATIONAL GEOGRAPHIC INDONESIA



NGI



Ini kantor dimana NGI berada



Serah terima cindera mata



Full of creativity



Sempet mampir di kantor SOCCER



Ada cermin raksasanya



Serius, ini yang namanya mesin waktu




ANTARA FOTO


Kantornya antik banget



Nuansanya semangat perjuangan



Ada manequin fotografernya



Gimana, bagus kan?



Minta dicolong!



Yang gondrong : Bang Oskar, fotografer senior ANTARA




ANTV


Ngegosip di Espresso



Super Family Selebriti




TRANS TV


Trans Building



Insert Corner



The Coffe Bean



Loby


Gambar-gambar diatas nggak seseru pengalaman aslinya. Jadi nggak sabar, buru-buru cepet lulus, dan langsung kerja disana. Memyalurkan kreativitas untuk kesenangan orang banyak. Hehe...




Friday, April 23, 2010

Pintu Terlarang

 "Wanita, dipuja karena hatinya..."

***

Gua suka banget nonton film. Bagi gua film adalah representasi sebuah kehidupan. Selain nilai enterteining, ada nilai-nilai moral yang memperkaya khazanah bagi gua yang notabene adalah seorang yang gila banget akan sebuah pengalaman. Dan melalui film, gua dapatkan itu semua.

Kalau ada orang yang tanya film apa sih Ndra yang menurut lo paling berkesan? Aduh sumpah banyak banget. Malah hampir semua film yang habis gua tonton itu semuanya berkesan. Jujur gua itu tipe orang yang kalau habis nonton film, nggak tau kenapa jika kira-kira ada satu hal yang inspiratif, langsung coba gua praktikan. Contohnya waktu kecil, waktu Titanic lagi booming, gua pengen banget berdiri di geladak kapal, terus teriak "I'M KING OF THE WORLD...!!" Terus lagi waktu habis nonton Armagedon, gua langsung berusaha mati-matian gimana caranya bisa ke bulan. Itu masih mending, nggak terlalu ngerepotin, karena ada satu film yang bikin gua terinspirasi gila, tapi bingung gimana cara ngikutinnya. Film itu judulnya 'Planet of The Apes', dan saking tergila-gilanya, gua pengen jadi monyet.

Yah itu tadi sedikit intermezzo dari gua. Ngomongin film apa yang paling berkesan, gua sekarang mau cerita tentang salah satu film yang kesannya dalam banget, karena film ini yang memegang rekor sebagai film paling mahal yang pernah gua tonton. Untuk bisa menyaksikannya, harus ditukar dengan satu unit sepeda motornya Mei. Karena mau nonton film inilah gua harus merayakan tahun baruan di kantor poolisi, yang mau tau gimana kejadiannya, baca lagi Percayalah, Tak Ada Tahun Baru Sehitam Ini !

Untungnya, harga mahal itu sebanding dengan kualitas yang disajikan film ini. Gua sebelumnya udah sering denger referensi dari para kritikus, kalau film ini hollywood minded. Itu terbukti dengan banyaknya gelar yang di dapat. Sekedar info aja film ini itu adalah adaptasi dari sebuah novel yang berjudul sama, dan bukunyapun ramai dibicarakan juga. Pemain utamanya Fachri Albar yang diduetkan dengan pacarnya sendiri, Marsha Timothy. Pasangan paling buat iri sedunia. Cowoknya ganteng, dan ceweknya sexy abis!

Straight to the point, gua akan review sedikit tentang film ini. Menceritakan sang tokoh utama, Gambir yang bekerja sebagai seorang pematung. Untuk ukuran seorang seniman, dia bisa dikatakanlah sebagai seniman yang udah sukses, denga kehidupan yang perfect. Karya-karyanya selalu laku terjual dengan harga yang mahal, mempunyai istri cantik dan pintar (kombinasi yang gua cari-cari selama ini, is it you girl?), Ibu yang selalu mendukung semua keputusannya, dan juga sahabat-sahabat yang nggak lelah memberikan support.

Hidup Gambir teramat bisa dibilang sempurna dengan semua hal yang dimilikanya tersebut. Begitulah publik menilai dia. Tapi sayangnya semua itu, 'njas prom ndhe kafer'.

Gading sendiri menjalani semua kehidupannya dengan sangat 'ogah-ogahan'. Dia merasa semua ini nggak real, ada sebuah kebohongan dibalik ini semua. Hidup sempurna yang dimilikinya itu palsu, tapi dia nggak pernah tahu, kenapa dia bisa sampai merasakan itu.

Sampai pada suatu ketika, satu persatu rahasia kesempurnaan hidupnyanya terungkap. Jadi Gambir ini adalah pematung dengan spesialisasi patung ibu hamil. Yang membuat karyanya berbeda, adalah patung-patung tesebut seolah mempunyai jiwa. Seperti seorang yang sedang mengandung betulan. Itulah yang membuat para penggemarnya terkagum-kagum, ada sebuah kehidupan di dalam patung-patungnya.

Sebuah kehidupan itu, memang benarlah adanya. Jadi, Gambir memang memasukan satu bahan yang sangat ia rahasiakan. Bahan yang membuat karya-karyanya serasa berbeda, yakni janin bayi hasil aborsi. Itulah yang membuat Gambir resah, karena ia merasa bersalah dengan memasukan janin-janin itu pada patungnya. Beberapa kali ia memutuskan untuk berhenti, tetapi kurator seni yang biasa memasarkan karya-karyanya mengancam Gambir jika dia sampai berhenti mematung. Kurator itu bilang dia akan membeberkan semua rahasia yang ada dalam patung-patung itu, kepada publik.

Disaat limbung, satu pil pahit harus ia telan lagi. Istrinya yang selama ini menjadi orang yang menjadi kreator dibalik semua kesuksesannya, serta ibu yang selalu mendukungnya, ternyata adalah dalang dari semua kegundahannya selama ini. Ia mendapati fakta bahwa Istrinya berselingkuh dengan 'teman-teman dekatnya'. Dan yang menyuruh istrinya berselingkuh itu adalah ibunya sendiri, dikarenakan Gambir divonis mandul karena setelah sekian lama tidak bisa menghasilkan keturunan.

Ditambah lagi ternyata yang membocorkan rahasia janin dalam patungnya itu adalah sang istri, membuat Gambir makin marah menjadi-jadi. Ternyata benar selama ini memang dia habis-habisan dibohongi. Akhirnya, di puncak emosi Gambir mendesign sebuah acara makan malam. Yang nantinya, akan menjadi acara makan malam terakhir untuk Istri, Ibu, kurator seni, serta sahabat-sahabat karibnya.

Endingnya (Sorry, now i'll be a spoiler, hehe...), dengan diiringi alunan musik Jazz, Gambir mengeksekusi orang-orang yang telah membohonginyanya itu satu-persatu. Dan ini sampai sekarang menjadi adegan pembunuhan favorit gua, penuh darah dan sangat elegan. Satu tindakan yang gua kira tepat, untuk sebuah pengkhianatan.

***

Waktu nonton film ini, gua nggak pernah nyangka kelak suatu saat akan mengalami hal yang sama, seperti yang dialami Gambir. Esensi sebuah pengkhianatan itu benar-benar gua rasakan, dan gua tahu banget rasa sakitnya itu kaya gimana.

Pasangan yang selama ini memajang senyuman selebar surga di depan kita, ternyata punya sampah busuk yang disembunyiin. Nggak tau apa, aroma itu suatu saat pasti akan kecium, mau sepintar apapun dia nyimpennya.

Gua nggak akan pernah punya respect dengan orang yang nggak menghargai arti pentingnya suatu hubungan. Jijik aja liatnya, sama orang yang punya pikiran kalau punya pacar lebih dari satu itu adalah hal yang keren. Apa sih salahnya jadi orang setia? Kalau emangnya nggak cocok lagi tinggal bilang, tinggal putus, simple kan?

Kalau ketemu orang kaya gini, sempet kepikir eksekusi ala Gading mungkin jadi hal yang seru banget buat dilakuin. Tapi untung, gua nggak setega itu. Cukup ngasih sedikit pelajaran aja, kalau seorang wanita, nggak sepatutnya bertindak seperti itu.