Thursday, July 12, 2018

Lelap Kilat

Rabu, 11 Juli 2018

Semifinal piala dunia Rusia 2018 kembali berlangsung. Agak aneh memang, untuk laki-laki yang pernah menggantungkan separuh takdirnya pada sepak bola, aku justru tidak terlalu menyukai gagap gempita piala dunia. Bagiku euforia ini terlihat artifisial dan berlebihan. Biasanya akan ada banyak penggemar sepak bola dadakan, komentator aji mumpung, pengamat karbit, dan suporter cap jamur di musim hujan.

Terbaca sangat arogan. Bukankah seharusnya aku justru bahagia? Tanyaku dalam cermin yang memantulkan rupa wajah diri yang tidak ganteng-ganteng amat.

Idealnya, sesuatu yang kugemari menjadi favorit semua orang. Bukankah itu hal yang justru istimewa? Namun kenapa justru jadi cemberut hatinya? Ada apa? Hai rumput tetangga yang lebih kacau, mungkin kau tahu jawabannya.

Sudah lupakan saja. Lebih baik salah paham daripada memahamiku. Karena untuk sepaham denganku, tidak cukup dengan sekedar melewati pergulatan hidup dan pencarian yang kalut.

***

Kembali kepada piala dunia. Setelah selesai siaran malam biasanya aku mengantuk. Jam nenunjukan 00.35, namun ku urungkan saja niat untuk langsung tidur. Laptopku kena gangguan, baterainya tidak mau di-charge setelah ku-update operation system-nya. Sialnya manusia yang hidup di tahun 2018, rusak laptop membuat hidup tidak tenang. Seperti ada bagian badan yang sakit, buru-buru harus diobati. Ketergantunganku akan alat-alat elektronik semakin akut, seperti remaja kehilangan eksistensi yang terlepas dari kerumunan gengnya dalam konser Taylor Swift. Aku mati gaya.

Istriku, Fellicia, dia belum juga tidur. Alasannya ingin menonton piala dunia. Barangkali ini termasuk salah satu yang kupermasalahkan di awal tulisan tadi. Mendadak ia menjadi hooligan. Fakta besok pagi dia harus bekerja pagi, seperti tidak ada pengaruhnya. Demam piala dunia telah merenggut jiwanya. Ah, sialan. Aku suami yang kecolongan.

***

Perancis berhasil mengalahkan Belgia. Skornya 1-0 dan cukup menegangkan. Pertandingan tadi malam menyisakan masalah baru, yakni kurang tidur. Siangnya aku mengantuk, sangat mengantuk. Beberapa waktu lalu aku membaca tentang suatu kebudayaan asal Spanyol, bernama siesta. Ajaibnya budaya, bahkan tidur siang jika diurus dengan baik oleh negara bisa juga menjadi warisan budaya. Dan di negaraku - dengan tingkat populasi pemalas yang cukup tinggi, kita adalah ahlinya tidur siang,  di Spanyol kita semua bisa menjadi budayawan.

Berbicara tentang siesta, yang menarik tentu saja bagaimana cara kita bisa fit untuk kembali beraktifitas setelah tidur siang kilat tersebut. Karena istirahat jam makan siang relatif sebentar, tentunya kita tidak boleh terlena dalam lelap lama-lama. Tapi pertanyannya apakah bisa tidur siang sebentar dengan kepuasaan yang maksimal? Ternyata kuncinya adalah meminum kopi sebelum terlibat dalam selebrasi siesta.

Aku mengutip dalam sumber vox.com, "if you nap for longer than 15 or 20 minutes, your brain is more likely to enter deeper stages of sleep that take some time to recover from. But shorter naps generally don't lead to this so-called 'sleep inertia' — and it takes around 20 minutes for the caffeine to get through your gastrointestinal tract and bloodstream anyway."

Ternyata kopi membutuhkan waktu 20 menit untuk benar-benar bekerja di otak. Jadi sebelum siesta, disarankan meminum kopi dan silahkan lakukan tidur kilat dengan durasi maksimal 20 menit. Jangan sampai lebih, karena khawatir masuk ke level tidur yang lebih dalam. Seperti sensasi terlalu lama tidur dan saat bangun biasanya langsung akan merasa pusing. Cukup tidur siang dengan durasi 15-20 menit saja sehingga ketika bangun maka efek kafein dalam kopi sudah bekerja. Kondisi kita menjadi segar, dan siap kembali melakukan aktifitas.

***



Aku mencobanya. Cukup asyik. Voila! The life balance in the hectic hours was really happened. Untuk teman-teman Spanyol-ku, gracias amigo.

No comments:

Post a Comment