Saturday, October 31, 2009

Negeri Impian Itu Bernama Eropa

Udah lama ga nulis, sekalinya nulis lagi kemarin, gua denger langsung buat geger. Gatau apa gua yang salah tulis, atau pembacanya yang salah interpretasi. Tapi yang pasti, seenggaknya tulisan gua udah bisa menimbulkan efek yang sebegitunya sampai orang-orang pada ngomongin. Lumayan, mendekat satu step menuju title penulis best seller, ahaha… Kali ini gua cuma mau share salah satu obsesi terbesar dalam hidup, here they are!!

Entah kenapa, gua merasa punya ikatan yang kuat dengan benua bernama Eropa. Chemistry diantara kita, jika dianalogikan mirip sekali dengan pacarannya Cinta dan Rangga. Cintanya itu gua, dan Eropa itu Rangga. Gua dan Cinta, kita sama-sama terang-terangan nyatain kalau kita suka dan tertarik. Sedang Rangga dan Eropa, mereka berdua sok cool, namun tetep nggak berhenti menebar pesonanya dengan cara yang amat angkuh. Rangga lewat puisi, dan Eropa lewat keseniannya, lewat keindahannya, lewat budayanya, dan segala macam daya tarik yang buat gua mati-matian ngebulatin tekad yang masih bentuk kotak trapesium : Someday I must go there.

Dari kecil gua selalu orgasme kalau liat apapun hal yang berkaitan dengan benua itu. Gua juga merasa sebagai anak kecil yang paling tau segalanya tentang Eropa. Malah kalo dipikir, gua lebih tau ibu kota Jerman duluan dibanding ibu kota Jawa Barat, dan emang itu kenyataanya. Berasanya, Eropa itu deket aja. Dia ada didalam imajinasi gua, tertata anggun dan sangat rapih. Dengan disinari pantulan lampu-lampu jalan di sungai-sungai yang bebas sampah bekas bungkus sabun colek, cahayanya yang redup matching abis sama letak rumah kotak-kotak yang dipikirkan dengan amat piawai, oleh orang-orang cerdas semampai..

Kadang kalau gua cerita tentang kedahsyatan Eropa, tentang dahsyatnya mimpi gua untuk kesana, orang yang jahat pasti ketawa,dan kalo orang yang lebih jahat, pasti ketawanya ditahan, langsung ngomongin dari belakang. Bikin gua jadi ngerasa "cinta gua dengan Eropa, bertepuk sebelah tangan". Pasti kalo Ahmad Dhani tau, gua yakin langsung dijadiin judul lagu. Tapi semakin kesini, setelah gua baca, nonton, dan denger hal yang ngebuktiin kalo ke Eropa itu sekarang gampang, perasaan 'mau kesana' itu muncul lagi. Meletup-letup, mencoba keluar dari zona abu-abu antara nalar dan mimpi. Semua itu bisa kok, percuma juga gua punya semboyan "Nggak ada yang nggak mungkin kecuali makan kepala sendiri…"

Dan harapan setitik itu, makin lama jadi titik-titik yang membentuk sebuah garis kenyataan. Gua dapet tugas bikin presantasi sosiologinya Emile Durkheim. Sosiolog mahsyur Perancis punya. Gua baca, dia dulu mengenyam pendidikan di Ecole Normale Superioure. Nggak ngerti itu nama apaan, tapi yang pasti jelas itu bukan nama STM atau SMK, hehe…
Siangnya gua ngampus, presantasi gajadi karena waktu ga cukup buat kelompok gua tampil. Baliknya, om gua sms. Ngajakin bareng, kebetulan dia lagi ke kampus, ngurusin tesis S2 nya. Yaudah gua balik bareng dia. Di dalem mobil, ada cewek masih muda gitu. Gua dikenalin, namanya siapa tu gua lupa, dia temennya Om gua yang ngebantuin tesisnya.

Dijalan, ada anak-anak kecil pengamen yang minta-minta. Terus Om gua langsung nanya "Di Perancis ada juga anak-anak minta-minta gitu?" Gua reflek, langsung nge-tune kaya Spiderman mau ditimpuk Green Goblin. "Ya ada, tapi biasanya itu anak-anak imigran dari Afrika." Om gua manggut-manggut, gua celingak-celinguk. Sebentar, Mbak tadi ngomongin Perancis ?? Logatnya sok bener, berasa udah pernah kesana aja. Tapi gua liat dari tampang, dia sama sekali nggak ada kriteria. Posturnya pendek, nggak bakal kuat sama salju Desember yang dingin mampus disana.

"Ini Ndra, mbak ini S2 nya di Perancis. Di mana mbak? Oh iya di Lyon ya? Karim Benzema…"
Anjrit !!! Ternyata bener, mbak-mbak yang udah gue underestimate ini, emang pernah kesana.

"Serius Mbak? Kuliah disana?? Beasiswa, apa biaya sendiri?" Gua ga bisa ngotrol diri buat ga banyak nanya. Fakta kalo di depan gua ada orang asli Lampung, yang bisa kuliah sampai ke Perancis, bikin gua jadi terlihat norak di depan dia.

"Beasiswa lah. Mana sanggup biaya sendiri ke Perancis, yang biaya makan sebulannya aja bisa buat DP motor kalo disini. Satu semesternya itu, kalo dirupiahin kira-kira 150 juta."
"Ambil jurusan apa Mbak?"
"Tata kota…"
"Kenapa nggak di Sorbonne ajah? Pengetahuan gua dari nonton Laskar Pelangi langsung gua demonstrasikan dengan amat percaya diri.
"Sorbonne itu dari tahun 1960 udah dihapus. Diganti jadi Universteit 1, universteit 2, dst… Jadi kalo ada orang yang sok-sokan bilang dia dari Sorbonne, aku sih ketawa ajah."
"Beneran..?"
"Iyalah beneran…! Tahu nggak kamu, Sorbonne itu dibangun bersamaan dengan Candi Borobudur. Disitu kamu bisa liat, gimana 'ketinggalannya' kita sama bangsa Eropa. Saat kita masih bahagia karena punya agama baru, disana agama itu udah jadi bahan diskusi, diperdebatkan, dibuktikan dengan teori dan pendekatan-pendekatan rasional."
"Ooh.." Inilah sob, ciri-ciri orang sok tahu yang baru mendapat sebuah pencerahan. Cuma bisa melongoh, dan berkata 'ooh..'
"Kenapa emangnya? Kamu kayaknya antusias banget."
"Nggak tau kenapa, dari kecil udah suka aja sama budaya Eropa. Tau mbak pernah study kesana, wajarlah buat saya jadi heboh nanya-nanya gini. Terus mbak, disana traveling juga kan?
"Iyalah…! Aku ke Spanyol, Portugal, Belanda, Belgia, Luxemburg, Swiss, tapi Italy ga sempet."
"Jadi backpacker juga??"
"Nggak lah… Aku di hostel. Banyak temen ngajakin backpacker gitu, tapi aku tolak."
"Terus mbak belajar disana gimana? Ada kendala apa gitu nggak?"
"Nggak ah biasa aja. Orang sana ramah-ramah. Jadi kalo selesai kuliah aku ditanya udah ngerti apa belum, kalo aku bilang belum mereka nggak segan-segan buat nyempetin waktu belajar kelompok ngajarin aku. Pengantarnya juga pake bahasa Inggris kok, jadi tenang aja."
"Respon mereka tentang Indonesia gimana Mbak?"
" Pengetahuan mereka tentang Indonesia itu minim sekali. Aku aja dipikir orang Amerika Selatan. Mereka itu taunya orang Asia itu yang kaya orang Jepang, Korea, Cina. Mereka nggak tahu Indonesia, tapi kalo Bali, paham semua. Jadi mereka pikir, Indonesia itu ada di Bali.."

Ini sob, gua bilang yang namanya kebesaran Tuhan. Percakapan dengan Mbak dari Perancis ini, gua anggap sebagai satu clue yang membuat gua jadi 'agak tahu lagi' tentang Eropa. Ternyata, Eropa sebenarnya seperti itu. Ia adalah kampung halaman orang-orang maha pintar penemu semua peradaban. Mereka bahkan sampai nggak tahu Indonesia, negara kepulauan terbesar yang populasi manusianya ke-4 terbesar di seluruh dunia, karena mungkin emang Indonesia nggak punya hal yang buat mereka jadi tertarik untuk mengenal. Sekalinya kenal, Bali. Ya Bali, tapi tetep Indonesianya ga kenal.

Di perjalanan gua speechless, terlalu banyak hal yang gua belum tau. Gua pengen banget kesana. Gua pengen dikira orang Amerika selataan juga, terus gua jelasin kalo gua ini orang Indonesia. Gua pengen ngasih tau sama mereka, kalo Indonesia itu bukan ada di bali, tapi Bali yang ada di Indonesia. Gua pengen, sumpah gua pengen, meningalkan jejak-jejak kaki ini, di salju Desembernya.


No comments:

Post a Comment