“Rebut bunga kecantikan, karena mereka disediakan untuk dia yang
jantan.” (Bumi Manusia)
Apa yang pasti dari dunia ini?
Semuanya relatif, bisa saja saat ini menyantap kepiting saus tiram sambil
menyeruput teh aroma jasmin dari pucuk di daun terbaik, lusa meratap-ratap
mengutuk hidup menyedot mie instan yang diirebus dalam gelas dan air panas.
Semakin dewasa kita akan makin berkompromi dengan fakta bahwa warna hidup sejatinya
adalah abu-abu. Semua merupakan akumulasi dari sikap ragu-ragu. Seolah ketidakpastian
adalah hal yang sengaja diciptakan, untuk keberlangsungan hidup itu sendiri.
Supaya dunia tidak kehilangan moment of
surprising-nya, barangkali.
Sama seperti rezeki, jodoh, dan usia.
Ketiga hal ini bagaikan deret lagu dalam radio yang kita dengar di waktu senja
saat kita pulang bekerja, tidak ada yang bisa menerka lagu apa selanjutnya.
Semua dibiarkan menjadi teka-teki. I love
reading, I love writing, but more than anything I love mystery. Mereka
penyuka kepastian adalah orang-orang yang punya kelainan jiwa nomor dua belas: pamer
dengan hidup yang itu-itu saja.
Buat gua kepastian bukan sepantasnya
disandingkan dengan manusia yang justru menjadi spesies paling nggak matching dengan konsistensi. Kepastian hanya milik matahari, yang
selalu berjanji akan terbit dari timur dan menghilang di barat. Seperti itu,
selalu akan seperti itu.
Dan tahukah kalian semua, dari komitmen
paling melankolis yang pernah ada di muka bumi ini, pihak yang paling layak
diberikan standing official justru
gua temukan pada sosok bunga matahari. Karena ia selalu setia mengikuti
kemanapun sang matahari pergi. Janji untuk selalu menunggu setiap pagi, meski
kadang diteriaki cewek cuek sok belagu
oleh bulan yang menebar gelagat pesona di malam hari. Ia tetap nggak bergeming, buatnya takdir janji
adalah untuk ditaati.
Gua nggak punya alasan buat nggak jatuh hati. Sama bunga matahari.
***
Kagum ini sudah sejak lama. Tapi bukankah
cinta akan terasa makin indahnya jika itu dibiarkan menjadi rahasia? Yang gua
percaya, bunga matahari adalah lambang keindahan yang ditempa alam dari sebuah
proses nestapa panjang bernama pengalaman. Gua melihat sinar sama dari wajah
penuh cerita yang berusaha selalu terlihat bahagia. Kemistri diantara kita
berdua kentara, gua dan bunga matahari. Kita menolak menerima semua nasib buruk,
menganggap sebagai sebuah jalan hidup, lalu pasrah menerimanya sebagai sebuah
kutukan. Gua selalu dibuat terpesona oleh keinginannya untuk berusaha tetap
hidup, yang layak untuk dihidupi, bukan hidup dilapis bingkisan belas kasih orang-orang.
Pesona bunga matahari tersebar ke
tiap jengkal semesta. Gua bisa apa? Bukankah takdir suatu yang dicipta, bahwa
keindahan akan selalu menjadi hal yang dicintai? Padahal dalam diri selalu
merasa, indahnya tidak pantas untuk
mereka yang tidak tahu apa-apa. Bunga matahari bukan untuk sekedar hiasan. Ada
esensi keindahan lain yang dimilikinya, mungkin hanya bisa dirasa oleh mereka
yang punya akar semangat untuk tetap bersemi
yang sama. Ia lantas menjadi bunga yang taat pada matahari yang salah.
***
Kasihan hanya perasaan orang
berkemampuan baik yang nggak mampu
berbuat. Gua nggak mau berhenti di
level itu. Gua mau menjadi matahari buatnya. Menjadi arahnya. Menjadi janji
yang ia tunggu setiap pagi. Membawanya dari timur, lalu menuju ke barat. Seperti itu, akan selalu seperti itu.
No comments:
Post a Comment