Thursday, July 29, 2010

Happy Birthday Uncle Tom

Om, aku pengen banget cepet lulus kuliah
Biar bisa cari uang sendiri,
dan nggak nyusahin Om lagi.

Habis itu beasiswa S2 di luar negeri
Di Perancis atau mungkin Inggris
Pulangnya bawa oleh-oleh
Kaos Manchester United, yang asli

Om aku pengen banget bisa jadi manusia
Apa aja yang bisa bikin Om bangga
Lalu bahagia, sampai mau meledak dadanya

Karena Om udah bikin cita-cita aku
Sekolah setinggi-tingginya
Jadi bukan, cuma sekedar mimpi.

Om aku pengen ngomong
Kalau nanti Om tua
Pensiun dan udah nggak kerja
Semuanya aku yang tanggung

Karena aku udah jadi orang kaya
Yang punya mobil tiga.

Om aku pengen bilang juga
Terima kasih buat semuanya
Yang udah ngumpulin kita
Aku, Cahyo, Katrin, sama Ari juga
Tiap minggu
di ruang tamu

Dan tanya tentang sekolah kita
Tentang dapat nilai berapa
Tentang nanti mau jadi apa


Aku janji, bener-bener janji
Jadi sarjana, doktor sampai S3
Biar nanti Om bisa bilang,
ke orang-orang
"Itu Indra, putra saya!"

Selamat ulang tahun, Om Tom..

Saturday, July 24, 2010

Dear Mr. Siburian !


SMP adalah salah satu periode dalam siklus hidup gua yang paling lucu. Kepribadian masih nggak jelas, pengen copy-paste gaya seleb dengan modal dan pengetahuan fashion seadanya, mulai merasakan surga adrenalin jatuh cinta seperti layaknya remaja di serial TV, belajar pakai dasi, pakai celana biru selutut, dan pastinya ajang adu pamer siapa yang udah pernah mimpi basah, yang selalu bikin gua kesel pada saat itu, karena kriteria penilainnya ditentukan oleh anak yang paling sering. Jadi kejuaraan itu selalu dimenangkan oleh mereka yang dari kecil udah disuntik cabul sama orang tuanya.

Gua diam-diam memperhatikan, bahwasanya kasta seorang anak SMP itu dibagi menjadi empat golongan.

1. Anak cerdas : Selalu jadi kebanggan guru-guru. Bahan rebutan kalau ada tugas pembagian kelompok. Tampang geek-nya memancarkan intelejensia yang menyilaukan.

2. Anak populer : Seorang anak bisa masuk golongan ini karena banyak faktor. Jago olahraga, tampang mirip selebritis ibu kota, anak band yang manggung terus setiap ada event di sekolah, aktifis OSIS yang hampir semua adik kelas memuja bahkan sampai ada yang menyembahnya, dan jagoan sekolah yang menggantungkan uang jajan pada penghasilan hasil malaknya, cikal bakal preman terminal.

3. Anak tidak populer : Kebalikan dari anak populer. Tidak jago olahraga, punya muka mirip nobita, alat musik yang dikuasainya hanya suling, tidak berorganisasi, badan bau, baju kuning karena dari senin sampai rabu hanya mengandalkan satu busana, alias bajunya itu-itu aja, bergerombol dengan anak yang tidak populer pula, yang tiap pulang sekolah uangnya akan berkurang seribu hasil perbuatan tercela para bajak laut sekolah, disuruh baris yang rapi lalu habis itu ditendang pantatnya seraya berkata "NGGAK ADA DUIT? NGEHE, SONO PERGI LO!"

4. Anak pantang menyerah : Sebenrnya inilah kelompok siswa paling hina. Pada kodratnya anak-anak golongan ini berasal dari kasta nomor 3. Namun karena ketidakterimaan akan takdir yang telah ditetapkan Tuhan, merekapun berusaha naik pangkat dengan berbagai cara. Sok akrab pada anak kasta 1 dan 2, atau berusaha senyentrik mungkin agar dapat terlihat, dan diterima di kehidupan siswa high class. Singkat kata, social climber yang tak ada matinya.

Dan dimana gua berada? Ya lo semua bener, gua ada di kasta paling bawah : golongan anak-anak pantang menyerah.

***

Haha iya SMP gua cupu banget. Masuk di SMP 1 Bekasi yang notabene adalah sekolah unggulan dengan sertifikasi standar internasional, gua mengalami culture shock. Predikat pintar di sekolah ini, baru bisa lo sandang kalau-kalau lo udah masuk karantina tim olimpiade fisika yang dilatih langsung sama Prof. Yohanes Surya. Atau kalau lo cuma mau dibilang sedikit berprestasi, minimal lo hobi gambar dan karya lo itu udah diikutsertakan di kejuaran lomba lukis pelajar se-Asia Pasifik. AJE GILEEE...! Bandingin coba sama SD gua yang anak-anaknya masih nggak bisa bedain mana Pulau Kalimantan dan yang mana Pulau Sulawesi. Yang digadang-gadang sama guru SD gua bahwa kalian semua adalah anak-anak bangsa calon nusukin orang. Jurang budaya ini terlampau lebar, yang buat gua merasa 'Gua akan jadi pecundang, yang baru pagi-pagi datang, akan langsung ditelanjangin terus dimasukin tong sampah, lantas digelindingin dan dibiarin.'

Ya itu semua adalah ketakutan-ketakutan gua kala dulu masuk SMP kali pertama. Sampai pada saat dimana datang seorang penyelamat, anak yang diwahyukan Tuhan untuk menemani kesenjangan sosial gua disini, yang bersama dialah nanti gua gelorakan semangat juang siswa-siswa dari kasta golongan empat, sang messiah : Dermonto Siburian.

***

Pertemuan dengan dia agak sedikit nggak enak. First impression gua ke dia apalagi, orang-orang sih bilang dia bule. Tapi gua selalu nyangkal dan jelasin ke mereka kalau dia nggak bule,dia itu tulen batak. Yang sampai sekarang gua nggak bisa cari, fakta sejarah kenapa orang batak ada yang mirip bule. Tu anak juga keliatan banget rada nggak sukanya sama gua, baru belakangan gua tau kalau dia ngira gua anak yang sok asik, yang jokesnya norak dan kampungan.

Mulai dari perkenalan itu, gua memutuskan beroposisi dengan dia. Kebetulan gua langsung menjabat sebagi ketua kelas, kelas 1.4 inget banget gua. Ehm, memang terkadang menahan semua pesona dan kharisma yang gua punya adalah hal yang membingungkan. Kenyataan itu semua harus gua terima, dengan bidang dada yang dibuka lebar, dan gua memtuskan akan menjadi pemimpin dengan asas demokratis tingkat tinggi, semuanya untuk rakyat. Tapi, euforia sebagai kalas ( ketua kelas ) adalah jabatan fatamorgana yang menyesakan jiwa seorang anak manusia yang baru berusia tiga belas tahun. Gua tidak diperlakukan seperti layaknya seorang pemimpin dalam kisah-kisah raja yang sering gua baca, atau kaisar yang segala perkatannya adalah fatwa. Tidak gua tidak diperlakukan seperti itu. Karena yang gua terima adalah tindakan-tindakan kasar, aksi-aksi sadis ala majikan Malaysia kepada TKW Indonesia. Iya, gua cuma dianggap babu, ternyata tugas gua tak lebih dari tugas pembantu.

Seperti halnya gua, Dermon termasuk kategori anak banyak bacot yang dianugerahi Tuhan dengan mulut yang sangat nyinyir. Berhubung posisi dia pada waktu itu adalah oposisi, maka segala tindak-tanduk gua sebagai seorang pemimpin habis dia kritik. Contoh kecil tugas seorang kalas adalah manggilin guru ke kantor. Kalau gua nggak manggil, nanti gurunya masuk sambil marah-marah bilang "Kok saya nggak diingetin kalau ada jam di kelas ini?" Seisi kelas langsung nunjuk gua dengan muka anak TK yang habis berak di celana.
Gua manggil guru pun, salah juga. Jadi pas guru itu keluar sebentar dan ngasih tugas, mereka semua ke meja gua satu per satu, sambil gebuk meja mereka bilang "EH JANGAN BELAGA SOK RAJIN DEH LO! PAKE DIPANGGIL SEGALA LAGI TU GURU. DASAR, KALAS BEGO!"
"SOK GANTENG LAGI...!" Dari belakang, sayup-sayup gua denger anak cewek teriak.

Gua cuma bisa diem, dan dalam hati berdoa supaya Ibu Peri udah selesai nyelamatin Lala yang lagi dikerjain Bombom, biar cepet-cepet gantian dia nolongin gua.

Nggak lama kemudian gua dikudeta. Dibilang nggak becus jadi kalas. nggak berkompeten, dan yang paling nyesek adalah dibilang kurang cukup tinggi badannya untuk membimbing mereka. Oh iya, sama sok ganteng juga. Fine, gua terima. Pada akhirnya gua tahu bahwa kalau lo jadi pemimpin di Indonesia janganlah jadi pemimpin yang demokratis. Masyarakat sini belum paham betul apa arti demokratis, mereka mengartikannya sebagai sebuah kebebasan yang absolut. Lebih ke 'demo'nya, mereka lupa atau bahkan emang nggak tau kalau selanjutnya ada kata 'kratis' atau 'cratos' yang dalam bahasa Yunani berarti pemerintah. Pelajaran moral : Hitler, Jengis Khan, Fir'aun gua rasa adalah orang yang paling tepat untuk mengimami bangsa ini.

Dendam gua bertambah banyak, terutama kepada anak laki-laki berusia 14 tahun yang bernama Dermonto Siburian. Iya dia badannya doang yang pendek, aslinya umurnya tua. Kelahiran '90, setahun diatas kita. Gua langsung kabur ke Hongkong, dan langsung minta diajarin kungfu sama Jackie Chan.

Jackie Chan : What is your reason learning kungfu?
Gua : Revenge!
Jackie Chan : Why?
Gua : 'Cause he killed my brother!
Jackie Chan : Good! But this is not free, you must pay for it.
Gua : How much? I just have fifteen thousand rupiahs!
Jackie Chan :Fifteen thousand rupiahs?
Gua : Yes, is it enough?
Jackie Chan : Forget about kungfu, young man! This is my cassette tutorial, take it!

Jackie Chan nggak mau ngajarin gua kungfu, dia cuma ngasih gua kaset tape tutorial doang. Itu karena gua cuma punya uang lima belas ribu, mungkin kalau gua kasih tiga puluh ribu, dia akan ngasih tutorialnya dalam bentuk DVD. Yaudah nggak apa-apa, gua akan balas dendam dengan cara gua.

***

Saat itu ada turnamen bola antar kelas. Syukur Alhamdulillah rumah gua dianugerahi letak geografis yang sempurna, karena berhadapan langsung dengan lapangan tempat biasa diadain kejuaraan antar kampung. Layaknya anak-anank kecil di Argentina sana, gua pun dididik untuk menjadi seorang pemain bola yang bisa mengharumkan nama kampung gua kelak, karena semua alasan itulah, gua didaulat menjadi captain. Seorang captain sob, sebuah jabatan yang bukan main martabatnya. Setau gua di dunia ini hanya dua orang yang bisa menyandang gelar itu : Captain Tsubasa, dan Captain Jack Sparrow. Tanggung jawab di pundak ini, besar sekali. Dan gua akan menjadi orang yang sangat berbeda kalau udah berada di atas lapangan.

Gua memulai permainan dengan sedikit instruksi ke rekan-rekan setim. Instruksi yang gua bilang bahwa inilah instruksi Sir Boby Charlton saat memimpin negaranya merengkuh trofi piala dunia 1966. Kata-kata luar biasa yang menggelorakan jiwa, "Be a champion in football, and then the girls will come to all of you, automaticly!"

Dengan kata-kata itu satu tim bergeliat. Menggelinjing tak karuan, seolah itu adalah mantra sakti dari dukun santet Tanzania. Mereka kerasukan, liar bagai wanita malam yang sedang melayani tamu-tamunya. Spirit berkobar, seperti seorang ayah yang harus menghidupi keempat istri dan anaknya yang delapan. Bola terus dikejar, karena kemenangan adalah harga mati bagi mereka yang seret jodohnya. Gua berhasil, menjadikan mereka pemain dengan mental-mental juara, dengan iming-iming wanita.

Gua lupa, kita juara berapa. Tapi mulai saat itu kelas kita diperhitungkan sebagai salah satu kelas yang berbahaya. Fluktuasi kepopuleran gua pun naik seiring dengan berakhirnya kejuaraan itu, keberadaan gua mulai diperhitungkan. Respek dari mereka gua dapatkan satu-persatu. Termasuk Dermon, yang terang-terangan minta gua bagi-bagi ilmu. Well, the ball in my hand yet. Sepak bola, lagi-lagi menyatukan umat manusia.

***

Mulailah gua akrab dengan anak satu itu. Dia cerita, bahwa dulu ayahnya bekerja sebagai seorang pelaut, pada perusahaan pelayaran asing, McDermott. Itulah sejarah kenapa dia bisa dikasih nama Dermon. Nama yang sering gua pergunjingkan karena terlampau aneh untuk ukuran nama anak di Indonesia. Lanjut dia cerita, ayahnya telah lama mengidap penyakit jantung dan mau nggak mau harus meninggalkan pekerjannya sebagai pelaut. Mulai saat itu kondisi ekonomi kelurganya kacau, pengobatan sakit jantung yang nggak murah, serta kebutuhan hidup sehari-hari, membuat dia harus mengalami perubahan hidup yang drastis. Untung ibunya masih kerja, PNS kalau nggak salah. Jadi semua beban keluarga dialah yang menanggung. Sebagai satu-satunya anak laki-laki disana, dan tau lah lo semua gimana vitalnya peran anak cowok buat orang Batak, dia punya beban psikis yang sangat besar. Orang rumah menuntutnya untuk selalu bisa jadi icon buat keluarga, dia harus selalu berprestasi, nggak perduli dengan kondisi yang serba pas-pasan.

Tuhan memang Maha Tahu, dia dianugrahi-Nya dengan otak yang brilian. Otak cerdas yang isinya terobosan-terobosan gila, yang selalu bikin gua terpesona. Dari sinar matanya gua melihat talenta luar biasa seorang anak manusia.Nggak tau kapan, tapi someday gua yakin dia bakalan jadi orang besar. Seiring waktu kita sadar, bahwa kita satu soul. Passion kita berdua sama. Kita suka segala tentang bola, bacaan yang sifatnya sastra, serta hal-hal yang berbau mancanegara. Kebetulan nasib kita juga, siswa dari kasta keempat yang uang jajannya dibawah rata-rata garis kewajaran. Membuat gua memutuskan kita harus bergabung. Sejak saat itu, kita dikenal publik selalu berdua. Kemana-mana gandeng kaya Marcell dan Mischa. Gua Batman, dia Robin. Atau bisa juga gua Sherlock Holmes, dan dia Dr. Watson-nya. Masih nggak ngerti karena mereka terlampau jauh bedanya sama kita, okay gini : Upin & Ipin. Sekarang gimana, paham?

***

Basicnya kita berdua adalah orang yang sangat teramat kreatif. Hal ini dikarenakan keadaan yang selalu menuntut kita berpikir gimana caranya bisa tetap survive dengan uang jajan yang nggak punya perasaan. Jadi kita sehari itu jajan lima ribu, setengahnyalah dari anak-anak normal lain. Alokasi sebenernya : tiga ribu untuk ongkos angkot, dua ribunya makan. Dan tahukah kalian para pembaca yang budiman, bahwa dua ribu hanya mampu ditukar dengan gorengan dan ciki-cikian. Tidak cukup untuk membeli makanan yang disajikan dalam mangkuk hangat-hangat, serta minum es dingin warna-warni yang secara estetika akan menggairahkan selera. Kita berdua akan kelaparan dan mati sirik jika hal ini dibiarkan terus-menerus.

"Mon, kita nggak bisa tiap hari jajan tempe mendoan tiga biji dicabein terus minumnya aqua gelas doang!"
"Iya tau gue juga Ndra. Perut perih gila kalau tiap hari makannya beginian doang mah!"
"Terus gimana? Lo punya ide nggak?"
"Nggak akan Tuhan ciptain masalah tanpa Dia nyiapin solusinya! Sebentar, kasih gue waktu mikir!"

Istarahat kedua dia ngilang, gua nyari dia kemana-mana nggak ketemu. Di perpus, nggak ada. Di kantin Budhe tempe mendoan juga nggak ada. Di lapangan bola, tempat-tempat biasa kita ngabisin waktu istirahat berdua, tempat yang nggak ngeluarin duit banyak pastinya, nggak ada juga. Gua jalan kekantin, sambil senyum penuh kemenangan dia manggil gua "Ndraaa ! Sini !!"

Oh shit,oh nooo! Dia duduk di meja tempat anak-anak kasta satu dan dua, yang jajannya pakai mangkuk, yang ada air dingin warna-warninya. Sambil bercanda haha-hihi dia ngobrol sama gerombolan musisi sekolah. Sok kenal akrab, padahal dia main gitar aja nggak bisa.

"Sekarang kita bisa makan disini nyet! Dan ini semua nggak lebih dari dua ribu !"
"Kok bisa, gimana caranya? Mangkuknya mangkuk mie ayam lagi, lo mau nanti pulang jalan?"
"Lo tau kan, pangsit mie ayam ini. Nah itu sama kaya gorengan nyet harganya. Cuma gopek! Lo potong-potong, biar keliatan rame, abis itu lo bumbuin selayaknya mie ayam beneran, rasanya nggak beda jauh kok, enak juga!"
"Terus, ni minumnya? Gimana?"
"Lo dengerin gua ngomong dulu makannya. Lo tau kan es batu yang di termos itu, nah ini tu dari situ. Yang udah jadi air, gue ambil pake gelas. Dan ini geratis nyet, nggak bayar! Ya emang rasanya agak aneh sih, tapi lumayanlah buat ngilangin seret. Gimana canggih kan? Kita bisa makan, bisa minum juga. Oh iya satu lagi, tapi ini juga kalau lo mau. Kita pulang numpang mobil pick up aja sampai terminal, terus dari terminal kita numpang patas mayasari bakti, kalau belum masuk tol kan belum ditagihin tuh! Kayak anak STM emang, tapi seru nyet. Lumayan kita jadi bisa nabung seribu-dua ribu sehari, okay nggak?"

Akhirnya, kita bisa merasakan esensi jajan sebenar-benarnya jajan. Begitulah, menu setiap hari pelajar SMP melarat : pangsit goreng dipotong-potong dan air dingin hasil balok es yang mencair. Itu juga kita yang harus bikin sendiri, karena mbaknya nggak mau melayani konsumen dengan daya beli rendah. Tapi gua bangga, karena menu ini lantas menjadi trend yang merebak kemana-mana. Anak ini, lagi-lagi mengejutkan gua dengan jalan pikirnya, yang unpredictable.

***

Dalam berbagai hal kita memang banyak kesamaan. Tapi dibalik itu semua, kamipun memiliki banyak hal yang beda. Yang pertama dan paling mendasar, keyakinan. Gua seorang Muslim, sedang dia Protestan yang cukup taat. Terkadang kita sering mendiskusikan agama, yang jatuhnya malah banding-bandingan, tentang agama mana yang ajarannya paling bisa diteria. Tapi itu nggak bisa gua jabarin disini, karena terlalu vulgar. Pokoknya cuma sama dia lah gua bisa bebas mengeluarkan semua pendapat gua tentang agamanya, begitupun dia. Kalau dia nggak cukup bijaksana, mungkin kita berdua udah main tusuk-tusukan, dan perang salib akan terjadi untuk kesekian kalinya.

Kamipun tampak selalu saling bahu-membahu, dan bekerja sama. Padahal faktanya, kita selalu bersaing, dalam segala hal. Kita berdua adalah pembaca fanatik Kahlil Gibran. Untuk ukuran anak-anak SMP pada saat itu, ngebacot dengan bahasa jiwa adalah hal yang aneh. Tapi itulah kita, selalu aneh. Kita main dulu-duluan siapa yang paling banyak baca dan ngerti kalimat yang Gibran tulis. Entah itu di perpus, kios penyewaan buku, minjem temen, atau buka segel diem-diem di toko buku pas kita pulang sekolah sekedar cuma buat ngadem di AC nya.

Belum lagi taruhan banyak-banyakan gol di ekstrakurikuler bola. Jadi begini ceritanya, teman kita juragan komik yang kaya raya, Alfin Gustian Akbar, punya rekomendasi komik bola bagus banget yang judulnya fantasista. Kita baca, dan langsung terinspirasi habis-habisan. Jadi fantasista itu adalah julukan bagi seorang pemain sepak bola dengan imajinasi yang sangat tinggi, dia bermain menggunakan intuisi, dan tak pernah bisa diatur oleh siapun. Sebenarnya di era sepak bola modern seorang fantasista tidaklah cocok dengan gaya permainan sekarang. Tapi karena skill yang mengagumkan, maka masih banyak tim yang menggunakan fantasista, dan biasanya ditunjuk sebagai game maker. Oleh karena itu, dalam satu tim tidak diperbolehkan ada lebih dari dua orang fantasista. Karena akan merusak keseimbangan tim ( Lihat kasus Del Piero-Totti ), dan sialnya kita berdua sama-sama meng-claim diri sebagai pemain yang ditunjuk dewa sepak bola sebagai seorang fantasista. Mulai dari situ, gua dan Dermon nggak pernah mau satu tim. Dan dari situlah, muncul ide taruhan banyak-banyakan gol. Sekedar cuma mau tahu siapa yang berhak menyandang gelar fantasista.

Pokoknya banyak deh, hal-hal yang bikin kita seolah jadi rival. Kaya sukses duluan, iya sampai saat ini kita masih saingan siapa yang bakalan sukses duluan.

***

Dari segi finansial kita merasa menajadi anak paling mengenaskan di seluruh dunia. Tapi dari segi kebahagiaan, kita juaranya. Soal uang kita memang fakir, tapi soal pengalaman dan semangat hidup, kita adalah dua anak jutawan yang kaya raya.

Tiap tanggal tua kita selalu punya uang lebih, dari hasil tabungan kita hidup tersiksa selama sebulan. Biasany kita belikan barang-barang yang udah lama kita masukin must item list. Suatu kebanggan rasanya bisa beli sesuatu dari uang nabung sendiri. Sedikit perayaan, kita akan mie ayam bakso betulan, bukan pangsitnya doang, di warung bakso langganan kami di terminal. Saat itu nggak terpikirkin oleh kita berdua kalau selama 30 hari kedepan kita harus tertatih-tatih lagi. Sambil makan kita ngobrolin banyak hal, tentang kelakuan Gita adik paling kecilnya yang ngubur kucing peliharaannya karena dia pikir itu bisa dijadiin kandang, tentang anak-anak sekolah yang gonta-ganti handphone, tentang gantengan siapa antara Del Piero dan Beckham, tentang prinsipnya 'kita harus punya rencana dibalik rencana' dan juga prinsip gua 'nggak ada yang nggak mungkin kecuali maka kepala sendiri', tentang orang Batak yang bakat main catur, tentang Islam dan Protestan, atau tentang apa saja, yang pastinya bisa bikin kita lupa tentang kerasnya hidup.

SMA kita misah, dan itu bikin gua kecewa. Bukan karena kita nggak bisa bareng-bareng lagi, tapi lebih karena dia harus melanjutkan ke SMA swasta. Buat gua orang sekelas Dermonto Siburian nggak pantes di swasta. Gua nggak terima, dan ngerasa kesel banget sama dia. Gua anggap dia udah ngggak punya cita-cita, pancaran optimis dari matanya hilang entah kemana. Kita udah jarang kontak-kontakan. Paling sekedar dia sms ngasih kabar :

"Gua sekarang ngeband Ndra, main gitar sambil nyanyi."

"Tim futsal gereja gua juara satu, kapan nih bisa main bareng lo lagi?"

"Sombong banget lo, gua nggak keterima SNMPTN ni. Lo keterima ya? Selamat ya!"

"Ndra lo sekarang siaran di radio ya? Gila makin susah aja gu ngejar lo nya!"


Sampai pada kemarin, saat gua dikirimin kabar tentang dia.

"Ndra, thx ya bwt suport lo ,g ua daftar SNMPTN lagi, keterima Unibraw jurusan bisnis internasional. Kenangan akan mimpi masa lalu gw yg bkin gw smangat. Thx man.."

Baca itu, hati gua kelu.

***


NB : Tulisan ini anggap aja hadiah, lo lulus SNMPTN. Spesial, gua tulis untuk Dermonto Siburian. Orang paling gila yang pernah gua kenal.